Oleh : Sugeng Aryanto
Adalah KETUA HMI BADKO BALI-NUSA TENGGARA BIDANG ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
Indonesia sebagai salah satu negara terbesar didunia harus mampu membaca arah dan pusaran sederet dinamika global atau dunia internasional. Termasuk salah satu isu yang kencang saat-saat ini ialah terjadinya perubahan iklim dan transisi menuju energi terbarukan. Hal tersebut juga disampaikan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto usai pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, pada Minggu, 17 November 2024, di Rio de Janeiro, Brasil.
Prabowo menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi hijau, termasuk geothermal, hydro, tenaga surya, serta bioenergi. Prabowo pun menerangkan bahwa Indonesia menghadapi dampak nyata perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan laut di pesisir utara Jawa yang telah mengancam ratusan ribu hektare lahan produktif. Situasi ini memperburuk kemiskinan dan kelaparan. Indonesia berkomitmen untuk mengambil langkah besar guna mengurangi suhu global demi menyelamatkan lingkungan. Dalam hal transisi energi hijau, Presiden menyampaikan target ambisius Indonesia untuk mencapai net zero emission sebelum tahun 2050.
Indonesia diberkati potensi energi terbarukan yang melimpah ruah dari Sabang di Aceh hingga Merauke di Papua. Energi terbarukan yang memiliki potensi di Indonesia contohnya adalah panas bumi, energi surya atau matahari, energi bayu atau angin, energi hidro atau air, bioenergi, dan energi dari samudera. Energi terbarukan memiliki berbagai kelebihan yaitu sumber daya yang tidak pernah habis dan tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK).
Menurut Outlook Energi Indonesia 2022 yang dirilis Dewan Energi Nasional (DEN), Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sebesar 3.643 gigawatt (GW). Salah satu daerah yang memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Potensi energi terbarukan yang ada di NTB sangat beragam mulai dari potensi energi air, matahari, panas bumi dan lainnya.
Menurut kajian kami Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badko Bali-Nusa Tenggara Bidang Energi dan Sumberdaya Mineral bahwa di Nusa Tenggara Barat seringkali terjadi pemadaman Listrik secara bergilir yang terpaksa dilakukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) akibat adanya defisit Listrik yang tentunya hal itu terjadi lantaran ketersediaan energi Listrik dari sumber energi fosil belum mampu memenuhi atau belum tercukupkan. Pemadaman Listrik bergilir ini juga berdampak pada terganggunya kegiatan ekonomi, sosial dan budaya ditengah Masyarakat NTB. Hal ini harus cepat terselesaikan sebab mendesak karena menjadi kebutuhan utama Masyarakat. Oleh karena itu kami mendesak peralihan energi baru terbarukan agar segera diwujudkan dan direalisasikan, sehingga Nusa Tenggara Barat menjadi provinsi contohan bagi provinsi lainnya di Indonesia yang dapat mewujudkan transisi energi dengan cemerlang tanpa terkendala ditengah adanya ketidakpercayaan dari negara-negara lain bahwa Indonesia mampu mewujudkan transisi energi tanpa hambatan yang serius.
Dilansir dari situs web Layanan Informasi dan Investasi Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Lintas EBTKE) besutan Kementerian ESDM, potensi energi terbarukan di NTB mencapai sekitar 13,362 GW. Masih menurut Lintas EBTKE, berikut potensi energi terbarukan di Provinsi NTB menurut jenis sumbernya. Energi air: 624 megawatt (MW) bersama Bali dan NTT Energi minihidro dan mikrohidro: 31 MW Energi surya: 9,93 GW Energi angin atau bayu: 2,605 GW Panas bumi: 172 MW.
Dengan potensi sumberdaya yang melimpah ruah ini sudah semestinya pemerintah provinsi NTB mengambil Langkah cepat untuk sesegera mungkin melakukan peralihan energi dari sumber energi fosil menuju energi baru terbarukan.