Incinews.net
Senin, 16 Desember 2024, 18.44 WIB
Last Updated 2024-12-18T03:49:48Z
Disnakertrans NTBFormalInformalPemerintahPemprov NTBTenaga KerjaTKDV NTB

TKDV NTB Dikukuhkan, Disnakertrans : Pelatihan Vokasi Harus Relevan dengan kebutuhan Pasar Kerja

Foto:Kepala Disnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H.

Media insan cita (inciNews.net) Mataram - Dalam rangka menindaklanjuti arahan Kementerian Ketenagakerjaan RI, Pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengukuhkan Tim Koordinasi Daerah Revitalisasi Pelatihan Vokasi (TKDV) serta menyusun tugas dan fungsi tim di Aula Rapat Disnakertrans NTB, Senin (16/12/2024).

Pengukuhan ini bertujuan memperkuat sinergi dan memastikan tugas serta fungsi tim berjalan lebih terarah sesuai mandat nasional untuk meningkatkan kualitas pelatihan vokasi di daerah. Kegiatan tersebut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan strategis, baik dari instansi pemerintah, akademisi, lembaga pendidikan dan vokasi, hingga perwakilan serikat pekerja dan dunia industri.

Dalam sambutan pembukaannya, Gubernur NTB yang diwakili oleh Kepala Disnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H, menjelaskan tim ini sebenarnya telah dibentuk dari awal tahun 2024 dan bertanggung jawab untuk menyusun kerangka kerja revitalisasi pelatihan vokasi di NTB. Fokus utama adalah merancang pelatihan berbasis kebutuhan industri dan potensi daerah, seperti sektor pariwisata, pertanian, peternakan, dan ekonomi kreatif. Selain itu, tim juga bertugas memastikan keberlanjutan program vokasi melalui pemanfaatan teknologi dan inovasi.

Ia menegaskan pentingnya peran pelatihan vokasi sebagai salah satu strategi utama meningkatkan kualitas tenaga kerja di NTB. Tim Koordinasi Daerah Revitalisasi Pelatihan Vokasi dibentuk sebagai upaya untuk memastikan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja serta mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor formal.

Aryadi menyampaikan bahwa berdasarkan data statistik, mayoritas angkatan kerja di NTB masih berada di sektor informal. 

“Saat ini, sekitar 70 persen tenaga kerja kita berada di sektor informal. Ke depan, kita harus mendorong peningkatan penyerapan di sektor formal dengan target menjadi 30 persen,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa sektor informal yang dominan dapat menjadi rentan terhadap guncangan ekonomi. Oleh karena itu, revitalisasi pelatihan vokasi diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan dunia usaha dan industri.

Aryadi juga menggaris bawahi pentingnya mendorong pelaku UMKM di sektor informal untuk berekspansi ke sektor formal. Sektor informal, seperti UMKM, perlu kita dorong agar berkembang menjadi sektor formal yang mampu menyediakan lapangan kerja sesuai kebutuhan dunia industri.

Salah satu contoh UMKM yang sukses adalah Alung Snack Kerupuk Buleleng dari Lombok Tengah yang dibina oleh Disnaker dan juga diberikan bantuan modal usaha oleh Astra Motor Lombok. 

“Dulu mereka hanya memiliki 5 pekerja, sekarang sudah mencapai 40 pekerja karena produknya sudah sampai di ekspor ke luar,” katanya. 

Dalam penyusunan tugas dan fungsi tim, Aryadi menegaskan perlunya melibatkan berbagai pihak, termasuk asosiasi dunia usaha, serikat pekerja, dan pelaku industri. Hal ini penting untuk memastikan pelatihan vokasi dirancang sesuai kebutuhan nyata pasar kerja.

“Pelatihan tidak boleh direncanakan dan dilaksanakan secara sepihak. Perusahaan, asosiasi, dan lembaga pelatihan harus duduk bersama mulai dari proses perencanaan hingga implementasi. Hanya dengan kolaborasi seperti ini, kita bisa mencetak lulusan pelatihan yang siap kerja,” imbuh Aryadi.

Aryadi juga menyoroti pentingnya diversifikasi pelatihan dengan menambahkan unsur pemagangan. Menurutnya, pelatihan teori saja tidak cukup tanpa diimbangi pengalaman langsung di lapangan.

“Peserta pelatihan perlu mendapatkan pengalaman praktis. Bahkan sebelum menjadi wirausaha, mereka harus terlebih dahulu memahami bagaimana bekerja di sebuah perusahaan,” tegasnya.

Ia juga mengkritisi kebijakan yang memberikan alat kerja kepada peserta pelatihan tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka. 

“Bantuan alat harus diberikan kepada mereka yang benar-benar sudah terlatih, memiliki usaha yang berjalan, atau sudah membentuk kelompok usaha,” katanya.

Aryadi menyoroti perlunya standarisasi lembaga pelatihan untuk memastikan kualitas pelatihan sesuai standar nasional. Ia mengingatkan adanya sejumlah lembaga pelatihan yang tidak memenuhi standar bahkan menjanjikan hal-hal yang tidak realistis. Ia menegaskan bahwa lembaga pelatihan harus memiliki izin yang jelas dan memenuhi standar kompetensi yang berlaku. 

“Beberapa waktu lalu, ada lembaga pelatihan yang kami tindak karena menjanjikan pengiriman tenaga kerja ke Jepang tanpa dasar yang jelas. Hal seperti ini melanggar hukum dan merugikan masyarakat. Kami tidak ingin ada lembaga pelatihan yang hanya sekadar menjanjikan tanpa memberikan hasil nyata bagi peserta,”  ucap Aryadi.

Selain mengukuhkan tim, Aryadi menjelaskan bahwa hasil pertemuan ini akan dituangkan dalam Peraturan Gubernur untuk memperkuat regulasi terkait pelatihan vokasi. Ia berharap regulasi ini dapat memberikan kejelasan tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak serta meningkatkan akuntabilitas perencanaan dan pelaksanaan program.

“Regulasi yang tepat sasaran akan mempermudah kita dalam mengukur keberhasilan program, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi,” tutupnya.

Sementara itu, Kepala Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Lombok Timur, Verry Fahrudin, SE., MM dalam sambutannya menyampaikan bahwa pembentukan Tim Koordinasi Daerah Revitalisasi Pelatihan Vokasi adalah langkah strategis untuk mengoptimalkan pelaksanaan pelatihan vokasi di NTB. 

“Kita memastikan setiap anggota memahami tugas dan fungsi masing-masing sehingga program di tahun 2025 berjalan lebih optimal,” ungkapnya.

Verry juga mengungkapkan arahan dari Kementerian Ketenagakerjaan, yang menargetkan 1 juta peserta pelatihan vokasi secara nasional pada tahun 2025. Target ini merupakan lompatan besar dibandingkan capaian sebelumnya, yang rata-rata hanya melibatkan 200 ribu peserta per tahun.

“Kami diminta untuk mencapai target tersebut tanpa tambahan anggaran signifikan. Ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mempercepat penurunan angka pengangguran yang saat ini mencapai 9 juta orang,” jelasnya.

Menurut Verry, pelatihan vokasi menjadi bagian dari Asta Cita Presiden dalam membangun sumber daya manusia (SDM) unggul. Selain itu, ada lima sektor prioritas yang akan menjadi fokus pelatihan vokasi pada 2025, yaitu: Sektor Pertanian, Teknologi Informasi, Hilirisasi Energi, Hospitality (Pariwisata dan Perhotelan) dan Kesehatan (Caretaker dan Tenaga Sosial di Bidang Kesehatan)

Ia juga menyampaikan bahwa triwulan pertama tahun 2025 akan difokuskan pada pelatihan di sektor pariwisata dan perhotelan. Langkah ini mendukung kawasan prioritas nasional seperti Mandalika di NTB. 

Sebagai tindak lanjut, Verry mengungkapkan bahwa rencananya akan ada kick-off pelatihan vokasi dan sertifikasi nasional pada akhir Januari atau awal Februari 2025. Kegiatan ini akan menjadi tonggak awal pelaksanaan program sertifikasi serta gerakan produktivitas nasional yang diharapkan berdampak luas bagi pengembangan tenaga kerja.

Acara pengukuhan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk memperkuat sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan lembaga pelatihan dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja di NTB. Dengan revitalisasi pelatihan vokasi yang terencana dengan baik, NTB optimistis dapat menciptakan tenaga kerja yang kompeten, produktif, dan mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional.