INSAN CITA (inciNews.net) MATARAM -
Kondisi APBD Provinsi NTB tahun 2024 diyakini akan sehat lantaran sisa utang sudah berkurang saat ini posisi diangka Rp 260 Miliar.
“Insha Allah kondisi APBD 2024 sehat. Semuanya realistis meski defisitnya besar tapi silpanya juga besar yakni sekitar Rp 160 miliar lebih,” kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTB, H Muzihir, Selasa (2/1/ 2024).
Ketua DPW PPP Provinsi NTB menjelaskan, penyetoran Dana Bagi Hasil (DBH) dari PT AMNT tahun 2021 sebesar Rp 107 Miliar dan rencana penyetoran DBH PT AMNT tahun 2022 sebesar Rp 170 Miliar. Hal ini menjadi salah satu faktor sehatnya APBD 2024.
“Belum masuk DBH PT AMNT yang tahun 2023 yang rencananya akan disetor pada 2024. Maka tentu kondisi APBD kita akan berada dalam kondisi surplus. Makanya kami meyakini APBD 2024 ini akan sehat,” ungkapnya.
Terlebih lagi sisa utang Pemprov NTB kepada pihak ketiga sudah mulai berkurang menjadi sekitar Rp 260 miliar. Meskipun tahun 2024 ini tahun politik dimana Pemilu 2024 akan dihelat secara serentak disusul dengan perhelatan Pilkada secara serentak.
“Tentu konsekuensinya konsentrasi masyarakat kepada perhelatan politik ini. Begitu pun anggarannya akan banyak tersedot kesana seperti Bawaslu dan KPU disamping anggaran-anggaran rutin,” jelasnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar dari sektor pendapatan bisa lebih digenjot dan dalam aspek belanja bisa ditekan agar kondisi APBD bisa benar-benar sehat.
Sementara itu, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB, H Ruslan Turmuzi, mengungkapkan ada 14 poin dari APBD 2024 yang harus dievaluasi diantaranya seperti ketidakkonsistenan dalam aspek kesesuaian jadwal penyusunan APBD.
“Ini yang menjadi evaluasi setiap tahun. Jadi kita minta agar jadwal pembahasan penyusunan APBD bisa dilakukan tepat waktu,” tegas politisi senior PDI Perjuangan NTB ini.
Disisi lain perhitungan target PAD menurutnya menjadi hal yang krusial yang harus diperhatikan.
“Perhitungan target PAD itu harus dilakukan ulang. Sebab kita selalu mentargetkan PAD itu tetapi tidak pernah mencapai target sehingga hal itu berdampak pada defisit dan timbulnya utang,” ujarnya seraya menyebutkan target PAD itu ditetapkan sebesar Rp3 Triliun lebih.
“Begitupun target restribusi juga harus dirasionalkan serta perbedaan nilai untuk target pajak rokok dimana ditemukan adanya selisih lebih dari Rp 32 Miliar, sementara setiap tahun tidak pernah mencapai target. Paling tinggi yang bisa tercapai itu sekitar 80 persen dari SK,” pungkasnya.