Foto :Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD NTB, Akhdiansyah, S.HI. |
INSAN CITA (inciNews.net) MATARAM -
Rapat Peripuna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pembentukan Pansus Raperda Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ditunda. Ditundanya Paripurna tersebut karena jumlah anggota dewan yang hadir tidak memenuhi ketentuan atau tidak kuorum.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD NTB, Akhdiansyah, S.HI., menjelaskan, sejumlah anggota banyak yang tidak hadir, sehingga paripurna harus ditunda. Akak tetapi proses penundaan tersebut tidak akan berpengaruh terhadap kelanjutan pembahasan Ranperda.
“Gak berpengaruh. Itu hanya menunda paripurna karena gak kuorum karena kesibukan teman-teman Dewan. Pembahasan ini akan dilanjutkan di paripurna berikutnya,” terang anggota Dewan utusan masyarakat Daerah Pemilihan (Dapil) VI ini kepada wartawan. Rabu (4/10/2023).
Rapat Peripuna tersebut dalam rangka pembentukan panitia khusus (Pansus) pembahasan enam (6) Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Prakarsa DPRD dan satu (Satu) Ranperda Prakarsa Eksekutif
"Adapun Ranperda yang akan dilakukan pembahasan tersebut yakni Ranperda Prakarsa Eksekutif tentang Pajak dan Retribusi Daerah," kata pria yang akrab disapa Guru To'i.
Guru To' i menilai, Ranperda ini menurutnya bersifat mandatori dari UU Nomor 01 Tahun 2022 yang berkaitan dengan keseimbangan fiskal.
Ranperda ini akan mengatur tentang adanya dua (2) penambahan objek pajak Pemerintah Provinsi yakni pengenaan pajak penggunaan alat berat dan satunya adalah yang berkaitan dengan pembagian proporsi pajak kendaraan bermotor yakni 75% untuk Pemerintah Provinsi dan 25% untuk Pemerintah Kabupaten dan atau Kota.
“Jadi filosofinya lebih pada keseimbangan fiskal,” ujarnya.
Sementara enam (6) Ranperda lainnya yang akan dibahas oleh Pansus nantinya adalah tiga (3) Ranperda yang bersifat mandatori dari UU Cipta Kerja.
Pada tahun 2022, Pemerintah Provinsi menerima Surat dari Kemendagri untuk merespon UU Cipta Kerja.
UU Cipta Kerja mengkodifikasi 11 Undang-undang yang akhirnya juga berdampak pada peraturan yang ada dibawahnya.
“Inilah yang direspon oleh Daerah. Sehingga berdasarkan hasil pembahasan antara Bapemperda dengan Biro Hukum Pemda, ada 11 Perda yang juga harus dirubah dan bahkan harus dibuat ulang mengacu pada UU Ciptaker,” jelasnya.
Dari enam (6) Ranperda yang sedang dibahas sekarang, ada tiga yang harus dibuat mengacu pada UU Ciptaker tersebut seperti Ranperda tentang Perubahan Koperasi dan Usaha Kecil. Kedua, Ranperda tentang Izin Usaha Mikro. Ketiga, Ranperda Ketenagakerjaan.
Sementara tiga (3) Ranperda lainnya adalah Inisiasi atau Prakarsa dari Komisi-Komisi Dewan.
Kesatu, Ranperda tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan merupakan inisiasi dari Komisi II. Kedua, Ranperda tentang Utilitas Jalan merupakan inisiasi dari Komisi IV. Dan Ranperda tentang perlindungan TKI merupakan inisiasi Komisi V.
“Jadi semua Ranperda yang akan dibahas ini memiliki urgensi tersendiri sesuai dengan kebutuhan daerah,” terangnya.
Meski banyak Perda yang dihasilkan dalam kurun waktu empat (4) tahun terakhir ini, pihaknya mengakui dalam sisi implementasinya banyak Perda yang belum diimplementasikan oleh pihak eksekutif seperti Perda Petani Tembakau, Perda Pesantren dan lainnya.
“Oleh karenanya sekarang kami akan melakukan evaluasi terhadap implementasi Perda tersebut mulai dari Perda yang dihasilkan 2019 sampai dengan 2023,” pungkasnya.