Incinews.net
Selasa, 22 Agustus 2023, 19.58 WIB
Last Updated 2023-08-22T12:07:11Z
BimaHukrimNTBPemerintahPoldaPolresPolri

Kasus Dugaan Pelecehan Seksual yang Bikin Heboh NTB, Libatkan Direktur RSUD, Pimpinan Ponpes Hingga Bacaleg NasDem

Foto: Ketua DPW SEMMI NTB Uswatun Hasanah (UH).


INSAN CITA (inciNews.net) MATARAM -

Belakangan ini, Kabupaten Kota di Nusa Tenggara Barat (NTB) dihebohkan dengan viral nya sejumlah kasus Dugaan Pelecehan Seksual yang harus menjadi catatan pemerintah daerah dan Aparat penegak hukum.


Yang pertama melibatkan Mahasiswa yang diduga dilakukan salah seorang oknum pegawai Kampus di Mataram, yang ke dua Anak SMA di Bima yang diduga dilakukan bakal caleg dari Partai NasDem yang saat ini ditangani Polres Bima, yang ke tiga seorang Dokter dan sekaligus Dosen yang diduga dilakukan oleh atasannya di rumah sakit yang saat ini sedang ditangani Polda NTB, ke empat kasus dugaan kekerasan seksual terhadap santriwati dengan ditetapkannya seorang pimpinan pondok pesantren (ponpes) berinisial LM (40) dan yang ke lima siswi SMP di Lombok Timur, menjadi pelecehan seksual yang dilakukan MH (23), warga kecamatan Suralaga yang saat ini ditangani Polres Lombok Timur.


Ketua Umum Dewan Pimpinan Wilayah Mahasiswa Muslim Indonesia (DPW SEMMI) NTB menyampaikan, deretan kasus dugaan pelecehan tersebut yang beruntun dilaporkan harus menjadi catatan Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Aktivis dan aparat penegak hukum di NTB agar ke depan tidak terulang kembali.


"Kasus yang melibat sejumlah pihak tersebut harus diatensi serius oleh Pihak Penegak Hukum di NTB dalam hal ini Jaksa dan Jajaran Polda NTB," Kata Uswatun Hasanah (UH) Kepada media ini, Selasa (22/8/2023) malam.


Ia juga menilai, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di NTB sebagian besar masih belum tuntas. Terutama anak-anak yang menempuh pendidikan, baik di pondok pesantren (Ponpes) maupun sekolah negeri serta mahasiswa.


"Ia melihat seolah olah para pelaku tak tersentuh Aparat Penegak Hukum (APH),"ungkapnya.


Sehingga, perempuan satu-satunya yang ditunjuk sebagai Ketua SEMMI di Indonesia ini, menyarankan agar semua stakeholder untuk bersinergi agar dapat mengantisipasi hal serupa tidak terjadi di kemudian hari.


"Hari ini di NTB masih rawan kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan tidak boleh kita semua tutup mata,"ujarnya.


Terkait dengan masifnya kasus kekerasan pada perempuan. Pihaknya kembali meminta sejumlah stakeholder, agar supaya satu suara menyikapi kasus ini. Agar segera bentuk Tim khusus Penanggulangan Masalah Kekerasan seksual Terpadu NTB.


"Saya sarankan agar bentuk Tim khusus terpadu, yang melibatkan Psikologi, Kepolisian dan Komnas Perempuan, LPA, Aktivis LSM Pemerhati Perempuan, Kejaksaan, DP3AP2KB Provinsi NTB bersama Kepala UPTD PPA Provinsi untuk fokus dampingi para korbannya,"terangnya.


Sebagai seorang perempuan, saya sangat prihatin banyaknya kasus pelecehan terhadap perempuan sering kali dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, sikap aparat penegak hukum belum berperspektif pada korban.


"Aparat penegak hukum masih ada yang memperlakukan korban sebagai objek bukan subjek yang harus dihormati hak-haknya. Masih terjadi korban yang usianya 16 atau 17 tahun dianggap sudah paham mengenai pelecehan dan anak diarahkan seperti itu,"kata perempuan yang akrab disapa Badai NTB.

Selain itu, Badai NTB juga menilai, korban sering kali dibebani dengan barang bukti yang harus dipenuhi serta saksi-saksi. Adapun terkait kasus kekerasan dalam rumah tangga yang juga banyak dialami perempuan, Badai NTB mencatat tidak semua korban kekerasan memilih proses hukum. Karena lamanya proses tersebut serta tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan.

Dia berharap aparat penegak hukum mempunyai perspektif yang sama dalam menangani kasus hukum terhadap perempuan. Badai NTB ingin agar aparat penegak hukum dapat mengefektifkan instrumen hukum yang sudah ada guna memberikan keadilan.

"Apabila dimungkinkan saya mendorong adanya perubahan kurikulum aparat penegak hukum dengan berbasis Hak Asasi Manusia dan gender. Sebab, di sisi lain banyak rancangan UU seperti KUHP yang justru membuat penanganan kekerasan terhadap perempuan semakin kompleks," pungkasnya.

Sebelumnya, Dalam rangka optimalisasi penyedia layanan perlindungan perempuan dan anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI menyelenggarakan kegiatan Rapat Koordinasi Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi NTB.


Kegiatan tersebut dihadiri oleh Kepala DP3AP2KB Provinsi NTB bersama Kepala UPTD PPA Provinsi yang berlangsung di Hotel Santika, Mataram Jumat, (11/8).


Tujuan dari Rakor ini adalah untuk memperkuat sinergitas antar lembaga penyedia layanan dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak sekaligus memperoleh data dan informasi terkait upaya penegakan hukum dan pemenuhan hak korban kekerasan seksual di Provinsi NTB.