INSAN CITA (inciNews.net) MATARAM -
Mungkin ada yang bertanya kenapa kejadian tahun 2021 baru dilaporkan sekarang?
Kuasa Hukum Dokter UI menyampaikan, tidak mudah bagi klien kami menghadapi masalah ini, butuh waktu yang cukup lama menumbuhkan keberanian untuk mengajukan laporan polisi, "apalagi kasus ini terkait dengan kesusilaan dengan kehormatan seorang wanita yang oleh sebagian masyarakat masih dianggap tabu untuk dibuka di ruang publik, sangat sedikit wanita yang berani melaporkannya,"kata Kuasa Hukum Dokter UI Sutrisno Azis,SH.,MH. Kemarin. (21/8/2023).
Sehingga, langkah yang ditempuh klien kami dalam memperjuangkan hak-hak hukumnya pelru diapresiasi karena negara kita adalah negara hukum.
"Mudah-mudahan momentum ini menjadi pembelajaran yang berharga bagi kita semua khususnya bagi kaum perempuan yang merasa senasib dengan klien kami,"katanya.
Sehingga, dalam mengawal kasus tersebut yang sudah di laporkan, Sutrisno Azis akan terus melakukan koordinasi secara intens dengan pihak kepolisian Daerah NTB khususnya unit PPA untuk mengetahui progres perkembangan penanganan laporan yang sudah diajukan.
"Kami yakin keadilan masih ada di negeri ini, khususnya bagi kaum perempuan korban pencabulan dan pelecehan seksual dalam memperjuangkan hak-hak hukumnya,"ujarnya.
Lebih lanjut, Sutrisno Azis berharap agar dalam kesempatan di sinilah diuji penerapan prinsip hukum persamaan kedudukan di hadapan hukum (equality before the law) yang diatur dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945.
"Apakah norma tersebut hanya sebuah slogan tanpa makna ataukah terimplementasi juga dalam penegakkan hukumnya,"pungkasnya.
Dugaan kasus pencabulan yang dialami Dokter UI yang juga Ahli Bedah plastik ini, secara resmi melalui kuasa hukumnya sudah mengajukan laporan ke Polda NTB pada tanggal 6 Agustus 2023 kemarin.
Dan saat ini, kata Sutrisno Azis, laporan tersebut sedang ditangani oleh penyidik unit PPA Polda NTB.
"Dan dalam waktu dekat akan segera dipanggil untuk keperluan klarifikasi oleh unit PPA Polda NTB,"ungkapnya.
Dokter Jack dilaporkan dengan sangkaan melanggar pasal 294 ayat 2 angka 1 KUHP, juncto pasal 289 KUHP.
"Mengatur tentang pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang karena jabatan adalah bawahannya diancam dengan hukuman pidana penjara selama 7 tahun, sedangkan pasal 289 KUHP mengatur tentang perbuatan cabul disertai tindak kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan perbuatan cabul dengan ancaman hukuman pidana penjara selama 9 tahun,"terangnya.
Terpisah, Dikonfirmasi Media ini, Direskrimum Polda NTB, Kombes Pol Teddy Ristiawan, membenarkan laporan tersebut, dan sudah diterima pihak Polda NTB.
"Pengaduan nya udah dilaporkan ke krimum polda," katanya.
Pihak Polda NTB sendiri melakukan persiapan untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
"Masih proses persiapan mindik-mindik berikutnya,"pungkas Teddy.
Terkait hal itu, Direktur RSUD NTB Dokter Jack melalui kuasa hukumnya menanggapi dengan santai.
Dr.Firzhal Arzhi Jiwantara, SH,.MH mengatakan, itu sebagai suatu hal yang biasa, yang tentunya merupakan kewajiban hukum kami untuk melaksanakan atau menjalankan profesi sebagaimana yang termuat dalam suatu surat kuasa. Hal yang sama juga dari pihak pelapor yang telah memberikan kuasa pendampingan kepada beberapa advokat yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa yang ada adalah merupakan hak dari pihak pelapor.
"Jadi siapapun yang menjadi subyek hukum dalam rangka pendampingan atas klien masing-masing adalah merupakan suatu hal yang lazim antar sesama rekan tentu wajib untuk saling menghargai dan menghormati,"katanya.
Firzhal menegaskan, intinya terlepas adanya keberatan dari pihak yang keberatan baik itu dalam bentuk laporan maupun dalam bentuk pengaduan semuanya dalam rangka melaksanakan aktivitas hukum yang harus untuk kita saling menghormati dan menghargai, lebih-lebih dalam konteks hukum pidana sudah tentu azas praduga tak bersalah atau presumtion of innocence haruslah diindahkan.
"Terhadap laporan pelapor kami sangat menghargai, silahkan siapapun kita sebagai warga negara Indonesia dengan seluas-luasnya berdasarkan persoalan atau permasalahan yang ada pada dirinya untuk melakukan upaya hukum yang menurutnya dapat melindungi dirinya sebagai bentuk perlindungan hukum atas persoalan yang dihadapinya,"terangnya.
Berdasarkan hukum yang berlaku, Sambung Firzhal, bahwa dalam hukum
tidak ada batasan perbedaan jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan semuanya mempunyai hak yang sama untuk melakukan upaya hukum yang diinginkannya baik yang berkaitan dengan PTUN, perdata maupun pidana, atau apapun bentuknya, justeru upaya hukum yang berdasarkan hukum sangat dibenarkan oleh hukum yang berlaku.
"Jadi sama sekali kami sebagai team penasihat hukum terlapor tidak mungkin menghambat atau melarang pihak yang merasa ingin melapor atas persoalan dirinya, pada prinsipnya kami akan melaksanakan fungsi dan tugas kami sebagai seorang Advokat yang melaksanakan profesinya berdasarkan surat kuasa yang ada,"tutupnya.