Foto: Ketua Umum HMI Cabang Mataram Dwi Alam Ananami Putra. |
INSAN CITA (inciNews.net) MATARAM - Kasus penangkapan dan penahanan yang dialami 16 Aktivis pejuang pembangunan pemerataan infrastruktur di Kabupaten Bima Provinsi NTB hingga saat ini masih belum menemukan titik terang.
Meski beberapa gelombang mahasiswa dari berbagai komunitas, elemen pemuda dan masyarakat terus berusaha baik lewat aksi Demonstrasi, komunikasi dengan pihak terkait, sayang hingga saat ini usaha tersebut masih nihil, bahkan informasinya sejumlah aktivis tersebut akan segera disidangkan.
Menyikapi hal itu, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Mataram menyampaikan surat secara terbuka, surat tersebut HMI Cabang Mataram layangkan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Listyo Sigit Prabowo.
Surat terbuka ini ditulis berharap masalah tersebut bisa segera selesai dan dicarikan jalan terbaiknya, mengingat sejumlah Orang tua mereka bahkan ada yang meninggal karena kaget, dan bahkan ada yang sakit memikirkan anak kesayangan mereka mendekam di balik jeruji besi akibat gelar aksi Demo.
Beginilah bunyi surat terbuka dari HMI Cabang Mataram.
Dengan hormat;
Melalui surat terbuka ini, HMI Cabang Mataram mengecam sikap Kepolisian Resort (Polres) Bima Kabupaten karena telah menahan 16 aktivis Front Perjuangan Rakyat Donggo-Soromandi (FPR-DS). Penangkapan dan penahanan tersebut dilakukan ketika kawan-kawan FPR-DS melakukan aksi blokade jalan pada 31 Mei 2023 lalu. Pada aksi tersebut, mereka menuntut perbaikan jalan yang rusak parah di Wilayah Kecamatan Donggo dan Soromandi.
Namun, aksi tersebut berujung pada tindakan represif dan kriminalisasi terhadap sejumlah massa aksi. Bahkan tidak segan-segan aparat Kepolisian menangkap dan menjebloskan sekitar 16 aktivis ke dalam jeruji besi tanpa pertimbangan moral kemanusiaan dan alasan yang jelas.
Kami juga sangat menyayangkan sikap Kepolisian Daerah NTB (Polda NTB) karena terkesan membiarkan jajaran atau anggotanya merespon unjuk rasa secara membabi buta. Oleh sebab itu, kami menduga kuat Polres Bima Kabupaten dan Polda NTB sengaja menskenariokan insiden ini untuk mengkarangkeng kebebasan sipil.
Dengan demikian, kami dengan tegas mendesak Kapolri Bapak Jenderal Listiyo Sigit Prabowo untuk mencopot Kapolda NTB Bapak Irjen Pol. Djoko Poerwanto dan Kapolres Bima Kabupaten Bapak AKBP Hariyanto dari jabatannya karena lalai dan gagal mewujudkan wajah Polri yang humanis dan presisi. Jika hal itu tidak dilakukan, kami meminta kepada Kapolri Bapak Jenderal Listiyo Sigit Prabowo untuk segera mundur dari jabatannya.
Selama 40 hari 16 aktivis mendekam dalam tahanan atau penjara. Mereka diadili secara tidak adil. Pemblokadean jalan dilakukan semata-mata menuntut keadilan dan kewajiban pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur jalan. Mestinya Kepolisian menggunakan pendekatan preventif atau komunikasi pesuasif untuk menghadapi massa aksi. Bukan dengan cara premanisme dan bar-barian.
Kami menilai langkah aparat kepolisian yang melakukan penangkapan tanpa alasan yang jelas telah melanggar hak-hak konstitusional dan hak-hak asasi warga, yang dijamin oleh norma internasional. Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945 menyatakan: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” Pasal 26 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik juga menegaskan: “Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun.”
Untuk itu kami mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk:
1. Segera membebaskan 16 aktivis FPR-DS yang ditangkap karena menuntut hak dan keadilan tentang perbaikan jalan
2. Menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap kebebasan sipil di NTB dan menindak pelaku yang terlibat.
3. Copot Kapolres Bima Kabupaten dan Kapolda NTB dari jabatannya karena telah gagal mewujudkan Polri yang Humanis dan Presisi.
4. Melindungi hak warga untuk menyatakan pendapat dan berekspresi, menjamin keamanan dan keselamatan warga NTB yang menggunakan hak konstitusionalnya.
Hormat Kami,
Dwi Alam Ananami Putra
Ketua Umum HMI Cabang Mataram
Tembusan:
1. Komisi III DPR RI
2. Gubernur Nusa Tengga Barat
3. Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat
4. Bupati Bima
5. Kepala Kepolisian Resor Bima Kabupaten
6. Arsip.
LAMPIRAN
Kronologi penangkapan 16 aktivis FPR-DS :
Senin, 15 Mei 2023
Ratusan massa melakukan aksi demonstrasi di Kantor Bupati Bima dan Kantor DPRD Kabupaten Bima. Mereka menuntut Bupati Bima dan pimpinan DPRD menemui dan menanggapi tuntutan memperbaiki jalan. Namun Bupati dan pimpinan DPRD tidak menemui dan menanggapi tuntutan tersebut.
Rabu, 24 Mei 2023
Merasa kecewa dengan sikap Bupati dan pimpinan DPRD, massa aksi tersebut kemudian melakukan pemblokiran jalan Provinsi di Desa Bajo Kecamatan Soromandi. Alih-alih ditemui Bupati dan pimpinan DPRD, massa aksi diduga mendapatkan tindakan represif oknum Polisi yang bertugas di Polsek Soromandi.
Senin, 30 Mei 2023
Massa aksi kemudian, kembali melakukan aksi Pemblokiran Jalan. Aksi tersebut berjalan singkat atas komunikasi yang dibangun Kapolres Bima. Alhasil, massa tersebut diarahkan melakukan audensi dengan Wakil Bupati Bima. Namun, Wakil Bupati Bima tidak mau membuat kesepakatan tertulis, mengenai kepastian perbaikan jalan. Sekitar Pukul 12.30 Wita, massa pulang dalam keadaan kecewa dan memutuskan kembali memblokir jalan dan menginap dijalan tersebut.
Selasa, 31 Mei 2023
Ratusan massa tetap melakukan pemblokiran jalan. Imbasnya, sekitar pukul 14.15 ratusan aparat Polres Bima mengepung dari jalur darat dan laut dan melakukan pembubaran paksa aksi tersebut. Pembubaran syarat dengan tindakan intimidasi dan represi. Pada hari itu juga Polisi mengamankan 26 orang massa aksi, menetapkan 15 orang sebagai tersangka dan melakukan penahanan terhadap mereka selama 20 hari.
Selasa, 6 Juni 2023.
Keluarga tersangka beserta Camat Donggo, Camat Soromandi dan 16 Kepala Desa di Kabupaten Bima mengajukan permohonan “penangguhan penahanan” di Polres Bima. Permohonan tersebut ditolak Kapolres Bima, lantaran menjadi atensi Kapolda NTB.
Senin, 19 Juni 2023
Polisi memperpanjang penahanan 15 orang tersangka untuk 20 hari.
Selasa, 27 Juni 2023
Polisi kembali menetapkan 4 orang sebagai tersangka. Satu orang diantara mereka ditahan, setelah mendatangi Polres Bima. Sementara tiga orang lainnya belum diperiksa. Keempat orang tersebut, telah dipanggil Polisi selama dua kali sebagai saksi, namun tak menghadiri dengan alasan tertentu.
Informasi: 15 orang sudah ditahan sejak 31 Mei 2023. 1 orang ditahan ditahan sejak 27 Juni 2023. (Total tahanan 16 orang). Sementara 3 orang jadi Tersangka (Tidak ditahan karena belum diperiksa Polisi).