Foto: Wakil Ketua Komisi II DPRD NTB Abdul Rauf. |
insan cita (incinews) Mataram - Potensi produksi garam di Provinsi NTB cukup tinggi. Hal ini karena banyaknya tambak garam akibat sebagai sebuah provinsi kepulauan, garis pantai Lombok dan Sumbawa digeluti Ribuan petambak. Oleh sebab itu diharapkan kehadiran industri pengolahan garam untuk memperoleh nilai tambah dari produk yang dihasilkan oleh para petambak yang menggantungkan hidupnya di sektor ini.
Wakil Ketua Komisi II DPRD NTB Abdul Rauf, mengatakan, pihaknya saat ini sedang membahas Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Bahkan Raperda tersebt tinggal diketok melalui sidang paripurna yang akan dilakukan di masa sidang kedua tahun 2022 ini.
“DPRD sudah menginisiasi Perda garam ini, tinggal pengetokan saja ini. Pembahasannya sudah selesai. Dalam Perda garam ini melanjutkan masterplan pengembangan penambangan garam di NTB yang di dalammnya ada industrialisasi sesuai dengan program Pemda,” kata Abdul Rauf, Senin (13/6 2022)
Ia mengatakan, untuk memberi masukan kepada Pemprov NTB terkait pengelolaan garam, pihaknya sudah meninjau langsung industri garam di Provinsi Jawa Timur (Jatim) beberapa waktu lalu. Di sana sudah ada pabrik yang bisa mengolah garam biasa menjadi garam berkualitas industri.
Investasi yang dibutuhkan untuk mewujudkan industri garam tersebut tidak terlalu besar yaitu sekitar Rp 10 Miliar. Dengan jumlah anggaran tersebut sudah bisa menghadirkan industri pengolahan garam dengan kualitas yang sangat bagus. Karena itulah, pihaknya meminta agar Pemprov NTB menghadirkan industrialisasi garam di tahun depan.
“Kami di Komisi II siap mengawal anggaran untuk proses industrialisasi garam ini,” ujarnya.
Ia mengatakan, secara nasional Provinsi NTB masuk dalam enam besar provinsi yang memproduksi garam nasional karena volumenya yang cukup tinggi. Namun sejauh ini garam lokal dikelola secara tradisional dan belum diolah menjadi standar industri yang memiliki nilai tambah bagi masyarakat.
“Ibarat kata, ini baru sampai bio isolator saja. Itu pun belum massif, karena hanya terdapat di beberapa tempat saja. masih sifatnya sporadis. Namun yang kita inginkan yaitu hadirnya teknologi yang mampu menyerap garam sekala besar,” ujarnya.
Terkait dengan hal ini, Pemprov NTB bisa meniru Universitas Trunojoyo di Madura yang sudah bisa memproduksi teknologi pengolahan garam, dari garam biasa menjadi garam industri. Artinya hasil produksi garam tersebut sudah bisa langsung diterima di pasar.
Ihwal pengelolan garam ini, Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian dan Kemaritiman Salamat Simanullang saat Rakor Pengawasan Intern Keuangan dan Pembangunan Tingkat Provinsi NTB yang berlangsung di Kantor Gubernur NTB, tanggal 12 Mei 2022 lalu juga menyinggung soal garam ini.
Ia mengatakan, untuk mendorong produk domestik, saat ini Perwakilan BPKP NTB sedang melakukan pengawasan khusus yaitu pengawasan industrialisasi garam di NTB. Hal ini memiliki irisan langsung dengan dorongan untuk pengadaan produk dalam negeri seperti yang diinstruksikan Presiden.
Provinsi NTB memiliki produk usaha garam dengan garis pantai mencapai 2.332 Km dan potensi tambak garam mencapai 10 ribu hektare, sehingga potensi produksi garam sebanyak 180 ribu ton per tahun. Selain itu Provinsi NTB juga masuk dalam roadmap pengembangan klaster industri garam nasional.
“Potensi industrialisasi garam yang ada, kita berharap Provinsi NTB mampu memberikan kontribusi terhadap pemenuhan garam nasional yang saat ini masih didominasi oleh garam impor, hingga mencapai 65 persen,” ujarnya.
Ia berharap agar semua sektor pemangku kepentingan dapat berkolaborasi dan mengidentifikasi permasalahan serta merumuskan solusi perbaikan tata kelola produksi garam di provinsi NTB demi meningkatkan kesejahteraan para petani garam.