Foto: Lapas Perempuan Kelas III Mataram. |
insan cita (incinews), Mataram:
Beredarnya Narkotika di kalangan generasi muda sangat cepat dan menjadi hal yang biasa dan di anggap hal yang umum. Padahal Narkotika bisa merusak generasi bangsa dan merubah perilaku seseorang dari pandangan psikologis. Dan kebanyakan dari mereka adalah anak-anak muda.
Kepala Lapas Perempuan Kelas III Mataram, Dewi Andriani, SH., MH, kepada media ini, Kamis (7/10/2021), mengatakan mayoritas dari mereka adalah tersandung kasus Narkotika.
"Sebanyak 80 persen warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas III Mataram adalah kasus narkoba,"kata Kepala Lapas Perempuan Kelas III Mataram, Dewi Andriani, SH., MH.
Sementara sisanya 20 persen adalah mereka yang tersandung kasus penipuan dan pembunuhan serta lainnya. Total warga binaan di Lapas Perempuan Mataram berjumlah 136 orang. Kemudian 4 orang lainnya masih berada di Polres.
"Sehingga totalnya 140 orang. Untuk empat (4) orang yang masih ada di Polres ini, mereka tanggungjawab kita. Dari 140 orang tersebut rata-rata berusia cukup muda," kata Kalapas.
Warga binaan yang tersandung kasus Narkoba, paling tua berusia 57 tahun, sisanya masih muda.
"Rata-rata usia mereka 20 sampai dengan 40 tahun," ujarn Dewi Andriani didampingi Kasubsi Admisi dan Orientasi, Lalu Syamsul.
Sementara untuk daya tampung, Kalapas menjelaskan, di Lapas Perempuan Mataram berkapasitas 370 orang. Artinya, kapasitas terbilang longgar. Sebagai upaya antisipasi dan pengecekan terhadap para napi, pihaknya juga bekerjasama dengan BNNP NTB.
"Kalau sekarang terbilang longgar, karena hanya ada 140 orang saja. Kita juga minta BNN melakukan tes urine tiap satu bulan sekali," ungkapnya.
Sebagai upaya dalam melakukan pelatihan terhadap warga binaan, pihak Lapas Perempuan Mataram juga memiliki dua program. Pertama adalah program kemandirian. Kedua yaitu program kerohanian. Untuk kerohanian, kata Dewi, pihaknya bekerjasama dengan Yayasan Aisiyah.
Dimana para warga binaan diajak belajar mengaji, sholat, yasinan hingga dzikir bahkan melakukan pengajian rutin. "Disinilah kesempatan mereka beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan hasilnya cukup baik," kata Kalapas.
Sementara untuk program kemandirian, Dewi menjelaskan lebih pada pelatihan peningkatan/mengasah skill untuk berkreatifitas. "Ada beberapa hal yang menjadi fokus pada program ini, disebutkannya, seperti pelatihan tata boga, tenun dan kerajinan mengolah kerang,"bebernya.
Kemudian ada pula pelatihan menjahit, menyulam atau merajut. Hasilnya cukup bagus, terutama dalam pembuatan masker. Hanya saja, beberapa pelatihan tidak terlaksana maksimal. Ini diakibat faktor situasi dan kondisi pandemi COVID19. Sehingga dilakukan pembatasan kegiatan.
"Semenjak COVID19 memang ada beberapa kegiatan yang tidak maksimal karena kita batasi," kata Dewi. Lebih jauh disampaikan Kalapas, dengan adanya pembinaan terhadap mereka, diharapkan kedepannya para napi bisa lebih mandiri dan lebih baik.
"Kita harap, nanti setelah mereka keluar (bebas) dan berkumpul bersama keluarga bisa lebih baik dan mandiri," tuturnya.
"Mereka bisa menerapkan ilmu yang didapatnya selama disini (Lapas) dan kita harap juga mereka tidak mengulangi kesalahan dulu serta bisa berubah menjadi orang yang jauh lebih baik kedepannya," tambahnya. (Red)