![]() |
Foto: Direktur PDAM Bima. |
MEDia insan cita, Bima: Polemik ratusan karyawan perusahaan Air minum PDAM Kabupaten Bima berbuntut panjang. Sebelumnya 50 karyawan didampingi Kuasa Hukumnya melaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan Provinsi NTB. Mereka laporkan selama 27 bulan gajinya belum terbayarkan.
Berita sebelumnya, kuasa hukum menilai itu adalah tindakan yang zalim, tidak manusiawi dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Menanggapi hal itu, Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bima Khaerudin angkat bicara soal ratusan karyawannya yang tidak digaji selama 27 bulan sejak tahun 2018 hingga sekarang 2021. Bahwa tindakan tidak dibayarkan gaji yang dilakukan PDAM Bima itu bukan pelanggaran HAM.
"TDK ada yang di langgar HAM tentang PDAM Bima, Justru yang melanggar, membuat PDAM tidak dapat gaji hingga saat ini adalah adanya bencana banjir tahun 2016 di kota Bima," kata Khaerudin saat dimintai tanggapannya lewat WhatsApp. Rabu (25/8/2021).
Selain itu, ia menjelaskan, karyawan PDAM menurutnya tidak digaji, akibat tidak disiapkan biaya operasional rutin oleh pemerintah kabupaten Bima selaku pemilik
"Menurut undang-undang PDAM tidak di gaji negara PDAM di gaji dari hasil yang di kelolanya,"sebut Khaerudin.
Khaerudin kembali menegaskan, karyawan PDAM yang jumlahnya 140 orang tersebut termasuk dirinya tidak pernah memperoleh gaji karena banjir menghantam kota Bima tahun 2016 lalu sehingga merusak sejumlah jaringan pipa saluran air.
"Pokoknya yang tidak dapat gaji itu adalah seluruh karyawan termasuk direksi yaitu Dirut," ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga menyalahkan karyawan. Para karyawannya dinilai memiliki mental yang kurang baik sehingga tidak melaksanakan kewajibannya. Namun kewajiban yang tidak dilaksanakan oleh para karyawan tersebut tidak dijelaskan.
"(Karena) ulah dan mental karyawan yang tidak melaksanakan kewajibannya. Rasio pegawai/karyawan tidak sesuai," ungkapnya.
Akibatnya, ratusan karyawan tersebut bakal dirumahkan setelah dilakukan evaluasi oleh Pemkab Bima sebagai pemilik, hasil audit BPKP tahun 2019 serta rujukan yang ada.
Selain alasan itu, pihaknya juga menyalahkan lembaga DPRD. Lembaga wakil rakyat tersebut dianggap bodoh dan jahat serta ruwet karena hingga saat ini peraturan daerah (Perda) penyertaan modal belum juga tuntas dibahas.
"Yang buat ruwet adalah kebodohan dan kejahatan legislatif (DPRD), yang hingga saat ini perda penyertaan masih belum dibahas," bebernya.
Terpisah, Jum'at (27/8/2021) Ketua DPRD Kabupaten Bima Muhammad Ferryandi yang dikonfirmasi hingga berita ini dinaikkan belum mendapatkan respon.
Menjadi catatan, Pihak Disnakertrans NTB akan melayangkan surat mediasi pemanggilan ulang yang ke dua ke PDAM. Dan dijadwalkan minggu depan.(Red/O'im)