Dari Webinar Nasional Bulan Bung Karno PDI Perjuangan Mataram
MEDia insan cita, Mataram: Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram) Dr. Lalu Wira Priatna, mengatakan, Pancasila adalah sumber tertinggi dari semua hukum yang ada di Indonesia.
Untuk itu, yang dibutuhkan saat ini dan kedepan adalah aturan-aturan yang memandu untuk mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
"Di era pos truth +era di mana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran), agama dan teknologi harus dikomparasikan. Mengingat, secara hukum misalnya jadi setiap hukum yang mau dikeluarkan sebagai kebijakan negara baik di pemerintah pusat atau daerah harus mencerminkan nilai-nilai dari sila-sila yang ada dalam Pancasila tersebut," ujar Doktor Wira saat menjadi narasumber dalam Webinar nasional Bulan Bung Karno yang diselenggarakan DPC PDI Perjuangan Kota Mataram secara daring, Senin (27/6/2021) kemarin.
Ia mengungkapkan, kalau mau jujur melihat kenyataan sekarang, praktik kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat masih jauh dari pencerminan implementasi nilai-nilai Pancasila. Pemerintah punya ruang untuk menjadikan regulasi-regulasi apapun bentuknya, baik berupa peraturan pemerintah, kebijakan dan sebagainya harus diinspirasi dan dilandasi nilai-nilai Pancasila.
Sebab, tantangan kedepan itu, arus teknologi telah membuat dunia makin "sempit". Informasi di belahan dunia lain hanya dalam tempo detik dapat disebarluaskan.
"Era ini ditandai dengan banjir informasi pada era 4.0 ini menjadi tantangan setiap negara. Negara-negara yang tidak memiliki ideologi yang kuat rentan untuk tenggelam. Suriah menjadi bukti nyata kegagalan sebauh negara pada era banjir informasi saat ini," jelas Wira.
"Menyadari situasi tersebut, menjadi tugas penting bagi kader PDI Perjuangan Kota Mataram dan siapapun masyarakat yang masuk penerus ajaran Bung Karno untuk menggemakan kembali Pancasila dalam semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Doktor Wira.
Sementara itu, Ketua PWNU NTB, Prof TGH Masnun Tahir mengingatkan, jika keberadaan dunia virtual telah mampu meringankan peran agama.
Salah satunya, jika dulu orang ada orang mati, diwajibkan datang takziyah. Namun sekarang cukup kirim gambar tanda duka. Hal ini karena jarak wilayah yang jauh tidak bisa membuat secara fisik bisa datang ke rumah duka.
"Semoga tradisi ini harus dijawab dan diantisipasi agar agama tidak ditinggalkan generasi milenial," kata Prof Masnun.
Akademisi UIN Mataram itu berharap inovasi terutama dalam mepertahankan nilai-nilai agama harus terus dilakukan. Karena saat ini eranya adalah pos truth, antara yang hoaks dengan yang benar beda tipis.
“Kita perlu bekerja kolektif, baik melalui pengembangan Iptek maupun melakukan inovasi dalam mempertahankan nilai-nilai agama,” tegas Prof Masnun.
Ia mengaku, mengomparasikan agama dan teknologi harus menjadi sebuah keharusan. Sebab, kata dia, saat ini agama dan teknologi sangat berpotensi dijadikan propaganda asing khususnya penyebaran fitnah, ujaran kebencian, bahkan radikalisme.
"Maka, siapapun yang mengaku bangsa Indonesia, termasuk kader PDI Perjuangan Kota Mataram, harus memperkuat agama dengan cara memahaminya dengan benar," ucap Masnun.
“Selain teknologi, kita harus bernalar, berlogika. Akademisi harus punya amalan berupa hafalan Asmaul Husna, bahkan hafalan Quran sebagai solusi untuk menjawab era revolusi industri 4.0 ini. Karena, yang fisik itu pastik digerakkan yang metafisik,” sambung Prof Masnun.
Sebelumnya, Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Mataram Ir Made Slamet mengatakan, kegiatan Webinar nasional yang kini dilakukan pihaknya tidak lain dalam rangka peringatan bulan Bung Karno.
Di mana, kata dia, sudah menjadi kewajiban dan keniscayaan para kader partai guna membumikan Pancasila.
"Maka, kenapa kami melakukan banyak kegiatan yang diawali dengan bersih-bersih pantai, menanam pohon di sepanjang Kali Jangkuk dan Lomba Pidato mirip Bung Karno melengkapi kegiatan Webinar. Ini karena, ada sekelompok orang yang ingin meronrong dan merusak Pancasila, maka kami bersiap untuk melawan kaum itu," tegas Made.
Senada dengan Made. Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan NTB, Dr Hakam Ali Niazi menuturkan, kewajiban membumikan Pancasila dengan adaptip sesuai pola keterkinian menjadi kewajiban kader partai.
Hal ini dipicu banyak masyarakat khususnya kalangan milenial lebih menghapal para artis dan lagu terkini bila dibandingkan isi dalam sila Pancasila serta lagu perjuangan bangsa Indonesia.
"Jadi, ini tantangan kita agar bagaimana pandangan hidup Pancasila tidak tergerus pada bahaya transnasional. Maka kita harus kreatif membumikan Pancasila dengan tidak melupakan tradisi lokal yang berkembang di tengah-tengah masyarakat," tandas Hakam. (Red/O'im)