Istilah mafia tanah sudah jadi rahasia umum, melekat dengan aksi tipu-tipu dan mempermainkan harga suatu bidang tanah hingga persoalan sengketa sampai pemalsuan dokumen tanah. Pemerintah sedang gencar melawan aksi mafia tanah karena sudah mengganggu iklim investasi.
MEDia insan cita, Mataram: Polda NTB kembali membongkar kasus mafia tanah, dengan dugaan melakukan tindak pidana pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Pajak bumi dan bangunan (PBB) tanah yang berlokasi di Dusun Medang Desa Sekotong Barat Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB AKBP Hari Brata saat dimintai keteranganya media ini lewat WhatsApp, Jum’at (4/6/2021).
Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Irjen Pol M. Iqbal melalui Ditreskrimum Polda NTB Kombes Pol Hari Brata mengatakan bahwa pihaknya telah menetapkan 2 (dua) orang tersangka.
“Kami telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat tanah, dengan nomor laporan 323/XII/2019/NTB/SPKT tanggal 30 Desember 2019 atas tanah seluas 9.848 M² yang berlokasi di Gili Sudak di Dusun Medang Desa Sekotong Barat Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat," sebutnya.
“2 orang yang kami tetapkan sebagai tersangka yaitu LS (49thn) yang merupakan oknum ASN Bappenda Lombok Barat NTB, dan MMS (59thn)warga masyarakat kelahiran Kota Mataram yang saat ini berada di Jakarta," tambahnya.
Hari menambahkan pengungkapan mafia tanah itu bermula dari laporan dari pihak pengelola tanah pada tanggal 30 Desember 2019 lalu.
Kronologis peristiwa tersebut, Pemilik Tanah Debora Sutanto melalui penasehat Hukumnya (PH), Hendra Prawira Sanjaya, SH menyampaikan, berawal dari proses penjualan tanah. Berdasarkan keterangan Ahli warisnya/cucunya tanah tersebut di kuasai oleh ahli waris secara terus menerus dan sekitar pada tahun 1970an para Ahli waris berniat menjual tanah warisan tersebut.
"Tetapi di karenakan mereka para ahli waris tidak bisa baca tulis dan tidak tahu cara menjual lahannya maka sekitar tahun 1972 samsudin Alias Daeng Kacung dan saudarinya meminta bantuan kepada H. Mahsun (Bapaknya tersangka MMS) untuk mencarikan pembeli agar menjualkan lahan tersebut,"sebut Hendra, minggu (6/6/2021)
Lanjut ia, menurut penuturan kesaksian dari Lalu Bakri (suami dari saudari nya H. Mahsun/Bibik dari tersangka selaku pihak terlapor) bahwa Samsudin alias Daeng Kacung selaku ahli waris meminta bantuan orangtu tersangka untuk menjualkan tanah tersebut. Oleh orang tua tersangka sendiri minta kepada Samsudin untuk membuat pernyataan jual beli antara Samsudin dengan ayah tersangka.
"Dengan pernyataan jual beli tersebut di buat FIKTIF antara dirinya dan Samsudin dengan tujuan, yang pertama, agar mempermudah proses Jual Beli kepada orang lain, dan ke dua agar jual Beli tersebut melalui 1 orang yakni H. Mahsun dan yang terakhir apabila ada pembeli harus melalui 1 jalur yakni melalui H. Mahsun demi memperlancar proses jual belinya,"paparnya.
Dengan membuat pernyataan fiktif tersebut, Hendra katakan, artinya posisi H. Mahsun disini sebenarnya bertindak sebagai calo atau Broker bukan sebagai pembeli di karenakan dia tidak pernah memberikan uang kepada Samsudin dan ke dua saudarinya baik untuk pembayaran ataupun ganti rugi atas lahan seluas 63.700 m2/6,37 hektar tersebut.
"H. Mahsun hanya di mintai bantuan oleh samsudin untuk menjualkan tanah nya, H. Mahsun di sini bertindak sebagai Penerima kuasa menjual dari samsudin namun pada saat itu ahli waris belum setuju dengan usulan H. Mahsun tersebut dan kesepakatan batal," paparnya.
Lebih lanjut Hendra jelaskan, berjalan selama 2 tahun tanah tersebut belum juga laku terjual oleh ahli waris, lalu ahli waris meminta bantuan kembali kepada H. Mahsun, oleh H. Mahsun tetap pada pernyataan sebelumnya bahwa untuk mempermudah proses penjualan untuk di buatkan surat pernyataan jual beli Fiktif tersebut dan di karenakan pernyataan dari H. Mahsun bahwa penyataan jual beli tersebut di buat Fiktif sebagai formalitas saja hanya bertujuan mempermudah penjualan serta melalui 1 pintu.
"Rupanya obyek tersebut sudah disalah gunakan karena pembuatan surat pernyataan jual beli tersebut tidak sesuai dengan letak obyek Tanah tersebut sehingga pemerintah tingkat Desa Sekotong Barat pada saat itu tidak mengetahui adanya Pernyataan Jual Beli yang seharusnya di ketahui oleh perangkat desa setempat jika ada jual beli atas tanah yang ada di Gili sudak yang merupakan wilayah Desa setempat yang fakta selain pernyataan jual beli menurut Saksi lalu bakri yang memberikan keterangan pada persidangan perdata PN mataram itu di buat FIKTIF/BODONG,"ungkapnya.
Ditambahkan, Ery Kertanegara, SH, Msc selaku kuasa Hukum pelapor, Atas dasar tersebut, saya selaku Penasehat hukum mewakili penggugat melaporkan persoalan tersebut kepada pihak Polda NTB pada tahun 2019 lalu.
Ia menegaskan, terkait pembokaran kasus mafia tanah dengan ditetapkan 2 orang sebagai tersangka oleh Pihak Polda NTB, bahwa proses hukum yang sudah kami tempuh ditindaklanjuti dengan baik oleh Kapolda NTB melalui Ditreskrimum Polda NTB.
"Alhamdulillah proses nya dilakukan secara transparan dan terbuka sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, dan kami pihak pelapor mengapresiasi pihak Polda NTB dalam hal ini Ditreskrimum Polda NTB,"sebutnya.
Terpisah, Panit 1 Subdit 2 Ditreskrimum Polda NTB IPDA Rusdi menyampaikan pasal yang disangkakan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, "dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara," katanya saat ditemui diruanganya. (Red/O'im)