Bumi Sejuta Sapi (BSS) yang dicanangkan awal Februari 2009 oleh Gubernur H.M Zainul Majdi, MA, adalah program unggulan Nusa Tenggara Barat yang lahir sebagai respon atas potensi sumber daya alamnya dalam bidang peternakan dan pertanian. Sebelumnya dikenal adanya program PIJAR (sapi. jagung dan rumput laut) juga sebagai program unggulan NTB. Tujuan akhir dari program tersebut adalah, peningkatan kesejahteraan bagi petani dan peternak, yang secara teknis antara lain dapat dilihat dari bertambahnya populasi sapi di NTB.
BSS sebagai program unggulan tertuang secara rinci dalam Blueprint Bumi Sejuta Sapi (Februari 2009). Dokumen tersebut memuat latar belakang (Pendahuluan), Kerangka Pikir NTB BSS, Kondisi Peternakan Sapi, Analisis Dinamika Percepatan, Keluaran Yang Ingin Dicapai, Program Aksi NTB BSS dan Organisasi Pelaksana NTB BSS. Lengkap,runut, didasarkan atas pemikiran filosofis, sosiologis, dan perhitungan ekonomis yang pada akhirnya sekali lagi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan warga khususnya peternak di NTB.
BUMI SEJUTA SAPI, RIWAYATMU KINI
Pemerintah nampaknya secara sungguh-sungguh telah berupaya menjalankan program dalam mewujudkan Nusa Tenggara Barat menjadi Bumi Sejuta Sapi. Eksekusi anggaran dijalankan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah, yaitu Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten/Kota maupun melalui penyaluran dana aspirasi Dewan (DPRD). Sapi yang dipelihara adalah ras sapi lokal, yaitu Sapi Bali (Bos Javanicus).
Berbagai model penyaluran bibit sapi dengan skema pembiayaan melalui APBN/APBD maupun dukungan pembiayaan melalui KUR perbankkan. Kesungguhan pemerintah juga terlihat dari terbentuknya kelompok-kelompok peternak di berbagai penjuru desa-desa di seluruh NTB, tersalurnya pedet (bibit sapi), tersebarnya mesin pencacah (chopping machine) pakan mini serta terbangunnya pabrik pakan ternak dan Rumah Potong Hewan (RPH) di Banyumulek, Lombok Barat, yang besar dan megah dengan predikat sebagai salah satu RPH terbaik di Indonesia. Ini semakin menguatkan tekad pemerintah dalam mewujudkan NTB sebagai pemasok utama kebutuhan daging nasional.
Waktu berlalu, tahun berganti, program telah dijalankan. Lalu, muncul pertanyaan. Adakah populasi sapi bertambah? Bagaimana kondisi dan kesibukan di pabrik pakan? atau bagaimana riuhnya RPH Banyumulek?. Program BSS telah menyajikan bukti sejarah.
CEMARUT BETERNAK SAPI
Mencermati potensi sumber daya alam NTB, dukungan program, kelembagaan, skema pembiayaan dan kesungguhan pemerintah dalam mewujudkan hasrat menjadikan NTB sebagai Bumi Sejuta Sapi, harapan kita tidaklah berlebih. Hamparan lahan yang luas dan subur di daratan Sumbawa, pun demikian halnya di Lombok merupakan modal sumber daya alam yang sangat menjanjikan. Beternak sapi telah pula menjadi bagian dari budaya masyarakat NTB.
Kita tersadar ternyata sudah lebih satu dekade sejak 2009 program BSS diluncurkan. Pertanyaan kembali muncul, bagaimana dengan populasi sapi kita di Lombok dan Sumbawa saat ini? Seberapa besar sumbangsih daerah ini dalam mendukung pemerintah pusat sebagai penyedia daging sapi Nasional? Adakah korelasi sumber daya alam yang kita miliki dengan kemajuan industri peternakan di daerah ini?.
Mari coba kita telisik beberapa kondisi di lapangan untuk mengurai benang kusut dunia persapian dan coba menemukan akar masalahnya:
Program BSS yang telah dilakukan menggunakan Pola Ternak Bergulir, yaitu Kelompok Peternak mendapatkan sejumlah sapi bakalan (pedet) betina untuk usaha pembibitan dan beberapa ekor sapi pejantan. Masa pemeliharaan usaha pembibitan sampai kawin dan melahirkan sekitar 24 bulan. Sedangkan masa penggemukan sapi umumnya sekitar 8-12 bulan.
Sapi bakalan (pedet) yang dikembangkan adalah ras lokal (Sapi Bali) dan peranakannya. Ukuran rata-rata tinggi badan betina 105 cm, sedangkan jantan 110 cm.Pengadaan bakalan melalui proyek pengadaan (tender).Pakan utama berupa hijauan yaitu rumput, rumput gajah, daun lamtoro, turi, gamal dan jerami (tanpa atau dengan fermentasi). Mindset beternak sapi berarti ngawis.
Bila sudah beranak induk betina digulirkan kepada anggota kelompok lainnya untuk dipelihara sampai beranak kembali, demikian seterusnya. Anakan betina dipelihara sebagai indukan dalam usaha pembibitan, sedangkan anakan jantan untuk penggemukan.
Fakta di masyarakat pada umumnya karena berbagai sebab, indukan tidak bergulir sebagaimana seharusnya, bahkan dalam banyak kasus sapi indukan dijual untuk kepentingan di luar program BSS.Adakah program BSS berhasil mencapai tujuan yang telah dicanangkan?.
UPAYA KERAS MENGUBAH SAPI MENJADI GULA
Program sapi terus digulirkan dengan segala bentuk penyempurnaanya. Perencanaan lebih dimatangkan, pelaksanaan program semakin dipertajam, pun demikian halnya dengan pengawasan, tak boleh kendor. Penetapan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika sebagai kawasan wisata super prioritas menjadi momentum digulirkannya Program 1000 Desa Sapi di daerah-daerah kawasan penyangga Mandalika, Lombok Tengah pada Desember 2020,sebagai pilot project program 1000 Desa Sapi oleh Kementerian Pertanian,guna mewujudkan swasembada daging sapi nasional di tahun 2026.
Capaian keberhasilan program peternakan sapi tak lagi boleh ditawar. Setiap rupiah uang rakyat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Setiap upaya untuk memastikan usaha peternakan SAPI MENJADI GULA sehingga mampu menghadirkan sebanyak mungkin semut patut kita apresiasi, harus kita dukung sepenuhnya dan layak pula dikritisi secara proporsional dan konstruktif.
Untuk itu coba kita tawarkan langkah-langkah berikut:
Gunakan sapi Simmental dan Limousin (bos taurus, sp).Sapi Simmental atau Swiss Fleckvieh adalah salah satu ras sapi dengan mengambil nama Simmental, yaitu nama sebuah lembah sungai Simme, Swiss. Selanjutnya menyebar ke berbagai negara seperti Australia, Selandia Baru, Argentina, Brasil, Denmark, Prancis, Indonesia dan lain-lain, sebagai sapi penghasil susu dan daging yang pertumbuhannya cepat.
Demikian halnya dengan ras Limosin (bos taurus, sp) yang pertama kali berkembang di Prancis, adalah jenis sapi potong dengan pertumbuhan yang cepat dibandingkan ras sapi lokal seperti sapi Bali.
Potensi pertumbuhan berat harian sapi Simmental dan Limousine mencapai 1-2 kg dan dalam kondisi tertentu dengan rekayasa pakan dapat mencapai 3 kg/hari.
Sistem Pemeliharaan Kandang Kelompok dijalankan dengan membentuk kelompok-kelompok peternak yang dalam menjalankan usahanya bermitra dengan pengusaha. Sistem tersebut lebih efisien dan lebih memudahkan dalam hal koordinasi peternak. Teknis pemeliharaan juga dalam hal pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah. Limbah berupa kotoran dapat diolah menjadi biogas untuk penerangan dan keperluan memasak. Di samping itu kotoran sapi digunakan sebagai kompos.
Berikan pakan utama berupa konsentrat, yaitu olahan hasil tanaman jenis leguminosa (seperti jagung, kedelai berikut limbahnya) dedak, ampas tahu, vitamin dan mineral. Gunakan mesin pencacah “chopping machine".
Tambahkan pakan hijauan berupa rerumputan, jerami, daun lamtoro, indigofera, gamal dan lain-lain, sebagai pakan tambahan. Gunakan teknologi fermentasi sebagai antisipasi dan jaminan ketersedian stok pakan tambahan di musim kemarau.
Lakukan pemeriksaan dan penanganan kesehatan hewan.Bangun kemitraan dengan perusahaan atau mitra konsultan yang mana bertindak sebagai pembina dan off taker dengan kewajiban memberikan pelatihan, pendampingan dan menghubungkan kelompok peternak dengan lembaga keuangan serta bertanggung jawab terhadap keberhasilan usaha.
Link and match dengan akademisi lembaga-lembaga penelitian dan SKPD teknis untuk memperoleh teknologi terapan yang semakin efisien dan produktif.
Sukses dinilai dari seberapa besar peningkatan produktivitas dan efisiensi. Profit (peningkatan kesejahteraan) peternak adalah tujuan akhir.
Budaya kerja dan karakter pribadi peternak yang umumnya masih rendah merupakan kendala utama sekaligus tantangan terberat sehingga membutuhkan kerja keras, kesabaran dan pendampingan secara terus menerus dengan cara: Leadership by example.
Pilih skema pendanaan yang paling tepat. Dalam hal ini paling cocok adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), dimana Usaha Mikro dapat mengakses pendanaan maksimal 50 juta per nasabah, sedangkan Usaha Kecil sebesar 500 juta per nasabah tanpa biaya administrasi.
Kendala dalam skema ini adalah, adanya persyaratan berupa jaminan aset dan adanya ketentuan bersih BI Checking bagi para calon nasabah.
Pilihan lainnya adalah, pembiayaan dari Bank Syariah yaitu dengan konsep bagi hasil, terlebih apabila ketentuan biaya administrasi ditiadakan atau dibayarkan setelah dana pembiayaan dicairkan kepada penerima manfaat.
Dalam kondisi pasca gempa Agustus 2018, yang kemudian berlanjut Pandemi Covi-19 pada Februari 2019, sebagian besar warga masyarakat dan utamanya pengusaha mengalami masalah dalam hal BI Checking. Himbauan Presiden dalam hal penundaan pengembalian kewajiban kepada perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya tidak berjalan sepenuhnya.
Demikian halnya dengan persyaratan aset sebagai jaminan, tentu sulit terpenuhi.Pemerintah perlu hadir untuk mengatasi kendala di atas antara lain, dapat memberikan bantuan subsidi berupa asuransi ternak sebagai pengganti jaminan yang dipersyaratkan dalam skema KUR dan subsidi biaya administrasi dalam pembiayaan bank syariah.
BSS UNTUK NTB GEMILANG
Apapun tentang sejarah BSS dengan segala dinamikanya, sebagai warga masyarakat hendaknya terus menggelorakan jiwa petarung guna mewujudkan BUMI SEJUTA SAPI di Nusa Tenggara Barat.
Untuk itu beberapa hal yang hendaknya menjadi perhatian untuk dijalankan, adalah:
Pengadaan sapi untuk usaha pembibitan dan/atau penggemukan dilakukan secara mandiri oleh anggota kelompok peternak didampingi oleh Pihak ketiga yang menjadi Mitra, dengan prioritas pemeliharaan berupa sapi eksotik, yaitu Simmental dan Limousine.Tidak melalui proyek pengadaan.
Faktor pembatas usaha ini adalah: Ketersediaan bakalan (pedet ). Untuk hal tersebut pemerintah dapat menugaskan kalangan pengusaha dengan memberikan stimulan, yaitu dapat berupa:
Lahan usaha - menggunakan lahan pinjam pakai milik pemerintah daerah yang terlantar atau pemanfaatannya tidak optimal.
Dapat pula menggunakan lahan dengan kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU) pada Zona Pemanfaatan Kawasan Hutan Konservasi, Hutan Kemasyarakatan dan kawasan lainnya sepanjang tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Hibah berupa sarana/prasarana dan hibah sapi indukan dengan kewajiban bagi penerima hibah berupa pengembalian anakan (pedet) hasil usaha pembibitan yang dijalankannya.
Dukungan teknologi/pelatihan SDM kepada pengusaha yang pelaksanaanya on the spot di tempat usaha yang dikelolanya atau program magang ke industri sapi di negara lain.
Dorongan kepada SKPD terkait (Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Pariwisata) untuk berkolaborasi dan berinovasi memanfaatkan SDM di lingkup SKPD masing-masing dan memanfaatkan lahan-lahan kosong di area kantor atau tempat-tempat lain dalam lingkup kewenangannya untuk usaha produktif agrowisata terpadu yang sekaligus menjadi contoh bagi masyarakat umum, dalam hal mana keberhasilan kinerja SKPD dinilai dari luaran berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat, bukan dari terlaksananya program semata.
Melibatkan sebanyak mungkin pengusaha dan praktisi yang telah sukses di bidangnya sebagai tutor, kalangan LSM yang kredibel serta kalangan media sebagai pendamping sesuai tugas pokok, fungsi dan kewenangannya masing-masing di bawah supervisi APH yang berwenang, untuk memastikan program berjalan sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Potensi keuntungan dari usaha penggemukan 2 ekor sapi eksotik sebesar 2 – 4 juta per bulan, rasanya cukup menjadi alasan bagi warga masyarakat untuk hijrah menjadi seorang peternak.
Lalu, bagaimana kalau pelihara 20 ekor sapi? Manakala itu terjadi, sapi sungguh menjelma menjadi GULA.