|
Foto: Anggota Komisi I (satu) DPRD NTB H Najamudin Moestafa. (O'im) |
Mataram, incinews.net: Polemik surat Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang mewajibkan ASN harus mengambil cuti di luar tanggungan negara bagi yang suami atau istrinya ikut maju di Pilkada serentak tahun 2020.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi I (satu) DPRD NTB H Najamudin Moestafa menjelaskan, Ketika punyak istri menjadi calon, dia (Sekda NTB, red) harus mundur.
"Ia kan itu pilihan. Kalau istrinya tidak calon dia akan tetap jadi sekda. Jadi itu etika, itu moral," katanya, diruang Komisi I DPRD NTB yang membidangi Pemerintahan, Hukum dan Hak Azasi Manusia, Selasa (29/9/2020)
Adanya aturam ASN tersebut untuk dijalankan bersama dan bersifat mengikat. "Jadi Ada pendapat yang mengatakan UU ASN tidak mengikat, untuk apa diterbitkan UU itu kalau tidak megikat," tegasnya.
Dimomentum dan suasan Pilkada saat ini sangat rentan dengan dukung mendukung. Dikhawatirkan, menurut duta dari Partai Amanat Nasional (PAN) dapil Lombok Timur ini, dalam proses dukung mendukung disaat dia pegang jabatan maka jabatan dipergunakan untuk itu.
"Itu yang kita kawatirkan. jadi jangan sampai orang nanti ketika kalah, tidak siap kalah karena menganggap adanya ikut campur disitu. Negara harus tegas disitu. Kami komisi pemerintah mengajak negara harus tegas membuat peraturan perundang-undangan tidak boleh dia double-double caranya multitafsir perundang-undangan itu. Itu harus tegas. Nah, makanya oleh sebab itu UU tidak boleh ada peraturan yang tidak mengikat, enak dong kalau peraturan perundang-undangan tidak mengikat," bebernya.
"Intinya sekda harus cuti supaya tidak terjadi kebinggungan ditengah masyarakat,"tegasnya.
Selain itu, sambung ia, Jangan sampai nanti di masyarakat, ketika dia turun lapangan dianggap dia hadir memberikan dukungan, padahal Kata Najamudin, dia bukan pergi mendukung, tapi karena dia disitu istrinya jadi calon pasti orang menganggap dia melakukan dukungan terhadap istrinya.
Nah, oleh sebab itu, UU KSN itu jangan sampai dia mengatakan seperti profesor yang tidak mengikat, boleh mundur dan boleh tidak. "Kalau boleh memilih tidak dong,"terangnya.
Maka, Kata Najamudin, UU tidak boleh dipilih. Lantas ia menganalogikan soal pristiwa hukum, Kalau ditanyak anda melanggar hukum, lantas pilih dipenjara atau tidak?, apa yang anda pilih?, Ya tidak usah dipenjarakanlah, saya pilih. Maka hukum itu tidak boleh multitafsir, itu tegas. Paling tidak, Kata ia, sekda harus beretika, bermoral.
"Kalau tidak mundur berarti dia tidak beretika. Sudah cuti saja biar lebih maksimal memperjuangkan istrinya,"kembali Najam Tegaskan, selain jadi Anggota Komisi I ia juga menjabat sebagai Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB.
Hal yang sama Disampaikan Ketua Komisi I DPRD NTB Syirajuddin meminta Sekretaris Daerah (Sekda) NTB HL Gita Ariadi untuk mengambil cuti. “Sesuai dengan rekomendasi Komisi ASN, bagi pasangan suami istri ASN yang ikut kontestasi pilkada diwajibkan cuti,” ujarnya di Mataram, Selasa (22/9/2020) kemarin.
Syirajuddin mengatakan kewajiban cuti tersebut harus dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan atau pemanfaatan jabatan yang melekat pada dirinya untuk kepentingan politis, dalam hal ini istri atau suami yang akan ikut dalam kontestasi pilkada.
“Posisi sekda itu sangat strategis. Kalau di lingkaran ASN, orang nomor satu di ASN, sehingga sangat memungkinkan ada ruang untuk meloloskan apa yang menjadi kepentingannya,” kata Syirajuddin.
Anggota DPRD NTB dari Dapil VI (enam) Kabupaten Dompu, Bima, dan Kota Bima ini mengatakan bahwa rekomendasi KASN untuk meminta ASN baik suami maupun istri yang maju dalam pilkada untuk mengambil cuti sementara sudah tepat.
Oleh karena itu, pihaknya meminta Gubernur NTB H Zulkieflimansyah segera mengambil tindakan sesuai dengan petunjuk dari KASN. Bahkan, bila perlu gubernur mendorong agar Sekda NTB HL Gita Ariadi segera mengajukan cuti tugas.
“Kita berharap sekda taat dan patuh terhadap rekomendasi KASN dengan mengambil cuti,” kata Syirajuddin.
Teroisah, Kapala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB Mengatakan Pihaknya menyerahkan ke Pimpinan.
"Terkait ASN Yang suami atau istri ikut dalam kontestasi pilkada kita ikuti surat KASN khusus di poin 5. Kami tunggu petunjuk dari pimpinan," kata Drs Muhammad Nasir saat dihubungi media ini.
Namun, pendapat Anggota dan ketua Komisi I DPRD NTB berbeda dengan pandangan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram), Prof. H. Zainal Asikin menjelaskan, dari sudut hukum Surat KASN tersebut tidak memiliki dasar rujukan hukum.
Oleh karena itu, menurutnya, surat KASN tersebut secara hukum tidak memiliki kekuatan mengikat yang mengharuskan seorang ASN yang istri atau suaminya ikut maju di Pilkada serentak 2020 harus mengambil cuti di luar tanggungan negara.
‘’Kalau bicara hukum, itu surat KASN tanggal 18 September tidak mempunyai rujukan hukum karena tidak ada rujukan yang mengharuskan kalau ASN istri/suaminya jadi calon harus dia cuti. Tidak ada rujukan hukumnya. Malah surat Menteri PAN RB, tanggal 2 Februari 2018 itu kalau ASN itu istri atau suaminya calon dia cuti kalau dia jadi jurkam (juru kampanye) kampanye, itu bunyinya,’’ tegas Asikin, seperti di kutip suarantb.com.
‘’Jadi sepanjang dia tidak terlibat jadi jurkam tidak harus cuti, itu bunyi surat Menteri PAN RB. Kalau mau pakai rujukan itu maka surat KASN itu bertentangan dengan yang lebih tinggi. Maka dia tidak punya kekuatan hukum mengikat,’’ sambungnya.
Sekedar informasi, Istri Sekda NTB Hj Lale Prayatni istri mengajukan pensiun dini sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.
Pengajuan pensiun dini bagi Asisten II Perekonomian dan Pembangunan Setda Lombok Barat ini dilakukan karena ASN yang lama malang melintang di Lombok Barat maju sebagai calon dalam Pilkada Lombok Tengah 9 Desember 2020 mendatang. (red)