Foto: Warga dan Tim Advokasi Lahan Mandalika. (ist/O'im) |
Mataram, incinews.net: Tim Advokasi Lahan Mandalika menyayangkan keputusan ITDC yang berencana mengosongkan lahan sengketa di kawasan KEK Mandalika. Rencana penggusuran paksa itu dinilai sebagai langkah arogan dan mengabaikan hak masyarakat pengklaim pemilik lahan.
"Terbitnya surat ITDC tertanggal 19 Agustus 2020 tentang pemberitahuan pengosongan lahan milik warga di KEK Pariwisata Mandalika sangat disayangkan, padahal proses penyelesaian dengan warga bersama ITDC belum menemukan kesepakatan para pihak," kata Ketua Tim Advokasi Lahan Mandalika, Hsan Masat SH, melalui siaran pers tertulis, Sabtu (22/8) di Mataram.
Menurut Hasan, dalam proses mediasi/negosisasi warga masih bertahan agar lahan mereka dibayar secara layak dan belum ada keputusan apapun, tiba-tiba ITDC menyampaikan surat peringatan I meminta warga untuk mengsongkan lahannya.
"Tindakan ITDC menerbitkan surat peringatan I adalah bentuk tindakan arogansi dan sewenang-wenang, sebaiknya ITDC harus lebih bijak dalam menyelasaikan persoalan tanah di KEK Pariwisata Mandalika," tukasnya.
Hasan memaparkan, bahwa klaim ada HPL di atas lahan milik warga di KEK Pariwisata Mandalika patut di curigai keabsahannya, karena pembebasan lahan oleh PT.Rajawali/PPL/LTDC waktu itu diduga penuh rekayasa dan manupilatif.
Ia mengatakan sebaiknya ITDC dan Pemerintah terlebih dahulu harus mememahami karakteristik permasalahan lahan di KEK Pariwisata Mandalika. Misalnya, pertama adanya lahan yang salah bayar bukan kepada pemilik sebenarnya. Kedua, luas lahan yang dibayar berbeda dengan luas yang dimiliki oleh warga. Ketiga, penerbitan HPL dengan alasan tanah Negara di atas tanah warga yang tidak memiliki surat-surat tanah padahal warga mengusasi lebih dari 50 tahun secara turun temurun dan tidak pernah ada pelepasan hak kepada PT.Rajawali/PPL/LTDC. Keempat, ITDC juga harus menunjukan dokumen asli atau warkah tanah sebagai syarat terbitnya HPL, apakah benar orang yang melepaskan hak atas tanah kepada ITDC adalah warga pemilik lahan sebenarnya.
"Pertanyaan mendasar yang harus dijawab ITDC adalah apakah benar mereka memiliki bukti-bukti valid tentang asal muasal tanah sehingga terbit HPL dan apakah benar PT.Rajawali/PPL/LTDC waktu itu membeli lahan dari warga pemilik lahan atau justru membeli lahan dari broker tanah yang mengklaim tanah tersebut adalah miliknya?," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Tim Advokasi Lahan Mandalika, M Fihiruddin mengungkapkan, sengkarut sejarah persoalan tanah di kawasan Mandalika harus menjadi fokus perhatian ITDC dan Pemerintah dalam rangka penyelesaian secara bijak dan berkeadilan.
"Bukan dengan mengirim surat “ancaman” pengosongan lahan, ini cara-cara intimidatif dan berpotensi melanggar HAM," tegasnya.
Fihir menekankan, praktek-praktek intimidatif ini tidak boleh lagi dilakukan entah oleh Negara apalagi ITDC yang hanya corporate plat merah.
"Kami ingatkan ITDC jangan sekali-kali menggunakan cara kekerasan apalagi menggusur tanah milik warga hanya berbekal kertas HPL, jangan pernah lagi ada tindakan paksa atau tindakan sepihak yang di lakukan ITDC kepada warga, jika ini dilakukan lagi maka ini jelas tindakan sewenang-wenang," tegasnya.
Menurut Fihir, secara hukum ITDC sebagai badan hukum perdata tidak memiliki hak dan kewenangan mengambil alih lahan warga secara sepihak, semua proses eksekusi atau pengosongan lahan harus melalui putuasan pengadilan. Jika pengosongan lahan ini dilakukan oleh ITDC maka jelas ini tindakan melawan hukum dan melanggar HAM warga pemilik lahan.
Terkait rencana pengosongan lahan sengketa itu, Tim Advokasi Lahan Mandalika meminta perlindungan hukum kepada Presiden RI, DPR RI, DPD RI untuk memerintahkan ITDC menghentikan tindakan sepihak untuk mengosongkan lahan milik warga.
"Kami juga minta perlindungan hukum kepada Komnas HAM RI untuk melakukan investigasi atas dugaan perampasan hak-hak tanah milik warga," katanya.
Tim juga meminta perlindungan hukum kepada Ombudsman RI untuk melakukan investigasi atas dugaan Mal Administrasi proses penerbitan HPL di atas tanah milik warga.
"Kami juga mendesak ITDC mencabut surat pemberitahuan pengosongan lahan milik warga di KEK Pariwisata Madalika tertanggal 19 Agustus 2020. Serta mendesak Pemprov NTB dan Pemkab Lombok Tengah untuk memfasilitasi kembali penyelesaian lahan di KEK Pariwisata Mandalika secara transparan dan berkeadilan," pungkasnya.
Sematara itu, Pihak komisaris ITDC Irzani yang di konfimasi media ini, hingga berita ini dinaikan belum ada jawaban. (red)