Foto: Praktek pengemasan ulang atau oplosan bahan makanan berupa tepung terigu tanpa disertai ijin di Selagalas Mataram. (ist/O'im) |
Mataram, incinews.net: Lokasi gudang di komplek pertokoan Jalan Gora Kelurahan Selagalas digerebek unit Tipidter Satreskrim Polresta Mataram.
Gudang tersebut digerebek karena diduga digunakan sebagai praktek pengemasan ulang atau oplosan bahan makanan berupa tepung terigu tanpa disertai ijin standar kesehatan.
Di gudang ini, petugas mendapatkan 6 ton bahan tepung terigu yang sudah dikemas ke dalam bungkusan plastik. Tepung terigu yang masih dalam kemasan asli juga didapatkan petugas.
Dari penggerebekan itu, petugas langsung memproses dan memeriksa pemilik UD berinisial TB di Mapolresta Mataram. Untuk kepentingan penyelidikan. Petugas membentangkan garis polisi atau police line di tempat produksi gudang tersebut.
Saat tiba dilokasi. Pemilik ditemukan sedang mengawasi produksi yang diduga mengemas kembali dengan cara ilegal. Selanjutnya petugas melaksanakan pemeriksaan administrasi. Sesuai merek yang digunakan. Produk yang ditemukan petugas tidak mengantongi ijin standar kesehatan.
‘’Produk yang kita temukan tidak mempunyai izin edar. Ini diperkuat dari hasil koordinasi dengan pihak terkait. Bahwa nomor register yang tertulis di produk. Tidak teregister di BPOM. Tapi kami akan koordinasi lebih lanjut lagi dengan BPOM,’’ bebernya.
Sedangkan kapasitas produksi gudang tersebut terbilang besar. Karena seharinya bisa mencapai 2 ton. ‘’ Memang cukup besar sekitar 2 ton seharinya. Kita pasang police line dulu untuk kepentingan penyelidikan,’’ tuturnya.
Introgasi singkat dilakukan petugas. Pemilik mengakui tidak memiliki merk untuk memproduksi atau mengemas produk tersebut. Tapi pemilik tetap nekat untuk diperdangkan lagi dipasaran. ‘’ Pengakuannya memang tidak memiliki merk,’’ kata AKP Kadek Adi Budi Astawa, S.T., S.I.K.
Kini penyelidikan dipastikan tetap berjalan. Kepolisian memastikan tengah mendalami kasus tersebut. Dari perbuatannya itu, pelaku terancam dijerat pasal 139 Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang pangan dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar. (red)
Penggerebekan berdasarkan informasi yang didapatkan dari sejumlah pasar tradisional di Kota Mataram. Bahwa banyak bahan tepung yang dikemas dengan menggunakan plastik dan dijual bebas. Tapi tidak disertai dengan ijin resmi dari dinas kesehatan. Informasi ini diselidiki petugas.
Hasilnya petugas mendapatkan beberapa sumber yang diduga memproduksi dengan cara membuka kemasan akhir pangan.
Selanjutnya dikemas kembali untuk diperdagangkan.
"Penggerebekan kita laksanakan hari senin (11/5/2020) sekitar pukul 13.30 wita. Ada sebuah gudang yang diduga mengemas ulang bahan makan tanpa disertai ijin standar. Dia juga membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas lagi dan dijual,’’ ungkap Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Kadek Adi Budi Astawa, S.T., S.I.K, di Mataram, Rabu (13/5/2020).
"Penggerebekan kita laksanakan hari senin (11/5/2020) sekitar pukul 13.30 wita. Ada sebuah gudang yang diduga mengemas ulang bahan makan tanpa disertai ijin standar. Dia juga membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas lagi dan dijual,’’ ungkap Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Kadek Adi Budi Astawa, S.T., S.I.K, di Mataram, Rabu (13/5/2020).
‘’Produk yang kita temukan tidak mempunyai izin edar. Ini diperkuat dari hasil koordinasi dengan pihak terkait. Bahwa nomor register yang tertulis di produk. Tidak teregister di BPOM. Tapi kami akan koordinasi lebih lanjut lagi dengan BPOM,’’ bebernya.
Sedangkan kapasitas produksi gudang tersebut terbilang besar. Karena seharinya bisa mencapai 2 ton. ‘’ Memang cukup besar sekitar 2 ton seharinya. Kita pasang police line dulu untuk kepentingan penyelidikan,’’ tuturnya.
Introgasi singkat dilakukan petugas. Pemilik mengakui tidak memiliki merk untuk memproduksi atau mengemas produk tersebut. Tapi pemilik tetap nekat untuk diperdangkan lagi dipasaran. ‘’ Pengakuannya memang tidak memiliki merk,’’ kata AKP Kadek Adi Budi Astawa, S.T., S.I.K.
Kini penyelidikan dipastikan tetap berjalan. Kepolisian memastikan tengah mendalami kasus tersebut. Dari perbuatannya itu, pelaku terancam dijerat pasal 139 Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang pangan dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar. (red)