Mataram, incinews.net: Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) di bawah kepemimpinan Zul-Rohmi dinilai berhasil menekan penyebaran Virus Corona atau Covid-19 terjadi di NTB dengan angka Positif virus Corona sampai dengan tanggal 7 April 2020 tercatat ditemukan hanya 10 kasus yang positif diantaranya dikabarkan dalam keadaan membaik. Jika dibanding dengan sejumlah Provinsi lain berdasarkan data nasional, NTB masih bertahan di urutan ke-20 dari sisi jumlah positif corona.
Perbandingan sebagai daerah destinasi wisata tetangga seperti Provinsi Daerah Bali dalam data yang sama sudah berada di posisi ke-7 dengan jumlah positif Covid-19 mencapai 43 kasus, dua diantaranya meninggal dunia dan 18 dinyatakan sembuh. DI Yogyakarta menyusul di posisi 8 dengan jumlah positif Covid-19 mencapai 40 kasus, dengan tiga diantaranya meninggah dunia, dan 1 dinyatakan sembuh.
Provinsi dengan arus lalulintas tinggi seperti Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur masih menempati urutan lima besar dengan angka kasus positif rata-rata lbih dari 180 kasus.
Pengecetan pemeriksaan yang sangat ketat di sejumlah pintu masuk, kewajiban isolasi mandiri bagi warga yang masuk ke wilayah NTB, serta sejumlah langkah strategis Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi NTB menjadi salah satu yang membantu NTB menekan penyebaran Covid-19.
"Sampai tanggal 7 April, kita di NTB memang masih bertahan di angka 10 kasus. Sebagian besar pasien positif yang dirawat, juga terus menunjukan perkembangan yang membaik. Semoga ini bisa terus kita pertahankan dengan berbagai ikhtiar," kata Kepala BPBD NTB, H Ahsanul Khalik, Rabu (8/4) di Mataram.
Menurutnya, maklumat Gubernur NTB tentang kewajiban isolasi diri bagi warga NTB maupun masyarakat luar NTB yang datang ke wilayah NTB menjadi salah satu strategi yang membantu.
Kebijakan Pemprov NTB tersebut juga didukung secara implementatif di sejumlah Kabupaten dan Kota di wilayah NTB.
Pemda Kabupaten Lombok Timur misalnya, langsung mengeluarkan kebijakan untuk menjemput atau memfasilitasi penjemputan para TKI dan warga Lombok Timur dari luar daerah yang datang melalui Bandara Internasional Lombok, dan dua pelabuhan penyebaran di Lombok Timur dan Lombok Barat.
Mereka yang datang kemudian diperiksa kesehatannya, sebelum diputuskan boleh langsung pulang atau dikarantina di sarana yang telah disediakan.
Hal yang sama juga dilakukan Pemda Lombok Barat dan Pemerintah Kota Mataram. Warga yang datang dari luar Provinsi NTB akan diberikan surat kesediaan melakukan isolasi mandiri selama 14 hari.
Maklumat Gubernur NTB tentang kewajiban isolasi diri itu menjadi salah satu penguat pengetatan di pintu masuk di NTB.
"Transmiter kita di NTB kan memang berasal dari luar daerah, sehingga memang wajib pintu masuk ini diperketat. Pesan yang disampaikan dalam maklumat gubernur itu sangat jelas, bahwa warga yang baru datang dari luar wajib melakukan isolasi diri setidaknya 14 hari. Ini untuk menekan potensi penyebaran Covid-19," kata Ahsanul.
Ia menambahkan, sinergitas Gugus Tugas Covid-19 Provinsi NTB dan TNI-Polri serta Pemda Kabupaten dan Kota di NTB juga terus ditingkatkan. Implementasi isolasi mandiri, social distancing dan physical distancing serta penerapan pola hidup bersih dan sehat, akhirnya semakin mudah dilakukan dari hari ke hari.
Pengaktifan pemerintah Desa dan Kelurahan sebagai garda terdepan sosialisasi dan edukasi juga menjadi kunci untuk meningkatkan kesadaran bersama masyarakat untuk saling menjaga dan mengingatkan.
Dari sisi Kesehatan, kesiapan Pemprov NTB menghadapi pandemi Covid-19 juga terus ditingkatkan.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr Nurhandini Eka Dewi mengatakan, NTB sudah memiliki 4 rumah sakit rujukan utama dan lebih dari 8 rumah sakit rujukan kedua yang tersebar di 10 Kabupatan dan Kota.
"Berdasarkan hasil rapat dengan Gubernur dan Wagub, kita juga akan siapkan sekitar 380 kamar isolasi seperti menggunakan Asrama Haji, Asrama Tambora dan beberapa lokasi lain yang memungkinkan," katanya.
Percepatan pemeriksaan sampel swab juga sudah bisa semakin cepat dilakukan, karena di RSUD Provinsi NTB sudah adal alat RT-PCR yang bisa mendeteksi atau memeriksa swab untuk menentukan positif atau negatif Covid-19.
Menurut Eka, meski secara aturan hasil uji swab tetap harus dilaporkan dulu ke pemerintah pusat dan dipublikasi melalui pusat, namun dengan mengetahui hasil yang lebih dahulu maka para medis yang menangani di NTB bisa mengambil langkah-langkah medis lebih cepat.
"InsyaAllah dari sisi medis dan kesehatan, kita terus berikhtiar dan melengkapi serta menyiapkan sarana yang dibutuhkan," katanya.
Eka menekankan, yang terpenting saat ini adalah masyarakat harus turut membantu untuk terus menjaga jarak, rajin mencuci tangan, dan menggunakan masker saat bepergian.
"Masyarakat juga tidak perlu panik, dan jangan cepat percaya dengan informasi yang tidak jelas sumbernya. Ikuti anjuran pemerintah, kami bekerja menangani kesehatan, dan masyarakat ikut membantu untuk mengantisipasi agar tidak tertular atau pun menulari," tukas Eka.
Ia juga menambahkan, 10 kasus positif Covid-19, juga sudah ditangani dengan baik, dan terus menujukan perubahan kondisi yang membaik.
Sementara Direktur RSUD Kota Mataram, dr HL Herman Mahaputra mengatakan, selain isolasi mandiri dan social distancing, upaya melakukan contact tracing juga terus dilakukan termasuk di Kota Mataram.
Contact tracing sejauh ini terus dilakukan untuk empat cluster transmiter Covid-19 yang ditemukan, yakni cluster Gowa, Bogor, Jakarta, dan luar negeri.
Pria yang akrab disapa dokter Jack ini mengungkapkan, peningkatan jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) di NTB maupun di Kota Mataram, sebenarnya akan lebih bagus dan tak perlu menjadi kekhawatiran atau kepanikan masyarakat.
Sebab, makin meningkatnya jumlah ODP bisa diartikan makin banyak ditemukan tracing dan juga pengetatan pintu masuk bagi orang yang datang dari luar NTB, sehingga makin berhasil juga menekan potensi penyebaran Covid-19.
"PDP dan ODP ini kan belum tentu positif Covid-19, sehingga nggak perlu sampai membuat masyarakat panik lah. Makin banyak yang dipantau, terutama yang dari luar kan logikanya semakin bagus untuk menekan potensi penyebaran. Jadi jangan serem dengan istilah PDP dan ODP," katanya.
Lagipula, papar dia, status ODP kan hanya berlangsung 14 hari. Setelah itu yang bersangkutan tidak sakit atau menunjukan gejala, bisa dipulangkan dengan keterangan sehat dan negatif Covid-19.
Dokter Jack menilai, semakin banyak istilah dalam penanganan Covid-19 ini seharusnya terus disosialisasikan dengan baik, sehingga masyarakat teredukasi dan terliterasi tentang makna-makna istilah.
"Ini pandemi dan masyarakat kelihatan cukup panik dan bingung. Sehingga saya rasa edukasi sangat perlu terus dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Karena sebenarnya, masyarakat sudah bisa sangat membantu pemerintah dan dirinya sendiri selama mereka mau melakukan social dan physical distancing, rajin cuci tangan, dan pakai masker saat bepergian," tukasnya.
Terkait kesiapan RSUD Kota Mataram, dokter Jack menjelaskan, saat ini RSUD Kota Mataram juga sudah menyiapkan ruang isolasi yang memadai untuk perawatan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau pun jika kelak ditemukan positif Covid-19.
"Kita sudah ready sekali. Gedung Graha Mentaram kita siapkan jadi rujukan Covid-19 itu terdiri dari 5 lantai, dengan kapasitas bisa sampai 100 orang. Kita juga sudah siapkan lengkap dengan ruang ICU dan tata ruang yang sesuai standar," katanya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi NTB, Adhar Hakim menegaskan, upaya penerapan soscial distancing dan physical distancing harus terus dilakukan untuk mengecah penyebaran Covid-19 di NTB.
"Ombudsman Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta Pemerintah Provinsi NTB memperketat pintu masuk ke NTB dan memperkuat pelaksanaan social and physical distancing untuk antisipasi pandemic COVID-19," katanya.
Menurut Adhar, di sejumlah titik masih terlihat kondisi ketidak patuhan sejumlah pihak untuk mematuhi imbauan melaksanakan social distancing dan physical distancing.
Padahal hal tersebut sangat beresiko COVID–19 atau corona menular dengan cepat.
Ketidakpatuhan masyarakat juga dibarengi ketidaktegasan dari aparat keamanan untuk membatasi kontak langsung diantara masyarakat. Jika hal tersebut terus dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat yang terjangkit Virus Covid-19 akan terus bertambah di wilayah NTB.
”Kami telah melakukan assesment kesiapn rumah sakit. Ada masalah ketersediaan alat pelindung diri (APD) dan lainnya yang minim,” katanya.
Disebutnya alat pengambilan spesimen, ketersediaan logistik pelayanan kesehatan, sampai dengan anggaran biaya untuk penanganan Virus Covid-19 adalah tantangan yang harus terus diperbaiki.
Karena itu Ombudsman RI Perwakilan NTB menilai pilihan yang bijak jika bersama-sama terus mengupayakan memperketat pintu masuk NTB dan social distancing, dari pada membuka peluang kian beratnya perkerjaan rumah sakit dan fasilitas kesehatan di NTB.
Apabila aktifitas berkumpul dan menjaga jarak masih terus berlanjut maka penularan Covid-19 masih akan terus terjadi, sementara kondisi rumah sakit rujukan belum cukup mampu untuk mengantisipasi lonjakan tersebut.
Kondisi ini tentu tidak ideal bagi tenaga medis yang menjadi ujung tombak penanganan terhadap pasien yang terkena Virus Covid–19, bahkan peluang tenaga medis terpapar virus tersebut sangat besar.
"Oleh karena itu Ombudsman NTB mendorong agar aparat kemananan memperketat penerapan social distancing/physical distancing dan masyarakat mematuhi himbauan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membatasi aktifitas," katanya. (red)
Pengecetan pemeriksaan yang sangat ketat di sejumlah pintu masuk, kewajiban isolasi mandiri bagi warga yang masuk ke wilayah NTB, serta sejumlah langkah strategis Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi NTB menjadi salah satu yang membantu NTB menekan penyebaran Covid-19.
"Sampai tanggal 7 April, kita di NTB memang masih bertahan di angka 10 kasus. Sebagian besar pasien positif yang dirawat, juga terus menunjukan perkembangan yang membaik. Semoga ini bisa terus kita pertahankan dengan berbagai ikhtiar," kata Kepala BPBD NTB, H Ahsanul Khalik, Rabu (8/4) di Mataram.
Kebijakan Pemprov NTB tersebut juga didukung secara implementatif di sejumlah Kabupaten dan Kota di wilayah NTB.
Pemda Kabupaten Lombok Timur misalnya, langsung mengeluarkan kebijakan untuk menjemput atau memfasilitasi penjemputan para TKI dan warga Lombok Timur dari luar daerah yang datang melalui Bandara Internasional Lombok, dan dua pelabuhan penyebaran di Lombok Timur dan Lombok Barat.
Mereka yang datang kemudian diperiksa kesehatannya, sebelum diputuskan boleh langsung pulang atau dikarantina di sarana yang telah disediakan.
Hal yang sama juga dilakukan Pemda Lombok Barat dan Pemerintah Kota Mataram. Warga yang datang dari luar Provinsi NTB akan diberikan surat kesediaan melakukan isolasi mandiri selama 14 hari.
Maklumat Gubernur NTB tentang kewajiban isolasi diri itu menjadi salah satu penguat pengetatan di pintu masuk di NTB.
"Transmiter kita di NTB kan memang berasal dari luar daerah, sehingga memang wajib pintu masuk ini diperketat. Pesan yang disampaikan dalam maklumat gubernur itu sangat jelas, bahwa warga yang baru datang dari luar wajib melakukan isolasi diri setidaknya 14 hari. Ini untuk menekan potensi penyebaran Covid-19," kata Ahsanul.
Ia menambahkan, sinergitas Gugus Tugas Covid-19 Provinsi NTB dan TNI-Polri serta Pemda Kabupaten dan Kota di NTB juga terus ditingkatkan. Implementasi isolasi mandiri, social distancing dan physical distancing serta penerapan pola hidup bersih dan sehat, akhirnya semakin mudah dilakukan dari hari ke hari.
Pengaktifan pemerintah Desa dan Kelurahan sebagai garda terdepan sosialisasi dan edukasi juga menjadi kunci untuk meningkatkan kesadaran bersama masyarakat untuk saling menjaga dan mengingatkan.
Dari sisi Kesehatan, kesiapan Pemprov NTB menghadapi pandemi Covid-19 juga terus ditingkatkan.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr Nurhandini Eka Dewi mengatakan, NTB sudah memiliki 4 rumah sakit rujukan utama dan lebih dari 8 rumah sakit rujukan kedua yang tersebar di 10 Kabupatan dan Kota.
"Berdasarkan hasil rapat dengan Gubernur dan Wagub, kita juga akan siapkan sekitar 380 kamar isolasi seperti menggunakan Asrama Haji, Asrama Tambora dan beberapa lokasi lain yang memungkinkan," katanya.
Percepatan pemeriksaan sampel swab juga sudah bisa semakin cepat dilakukan, karena di RSUD Provinsi NTB sudah adal alat RT-PCR yang bisa mendeteksi atau memeriksa swab untuk menentukan positif atau negatif Covid-19.
Menurut Eka, meski secara aturan hasil uji swab tetap harus dilaporkan dulu ke pemerintah pusat dan dipublikasi melalui pusat, namun dengan mengetahui hasil yang lebih dahulu maka para medis yang menangani di NTB bisa mengambil langkah-langkah medis lebih cepat.
"InsyaAllah dari sisi medis dan kesehatan, kita terus berikhtiar dan melengkapi serta menyiapkan sarana yang dibutuhkan," katanya.
Eka menekankan, yang terpenting saat ini adalah masyarakat harus turut membantu untuk terus menjaga jarak, rajin mencuci tangan, dan menggunakan masker saat bepergian.
"Masyarakat juga tidak perlu panik, dan jangan cepat percaya dengan informasi yang tidak jelas sumbernya. Ikuti anjuran pemerintah, kami bekerja menangani kesehatan, dan masyarakat ikut membantu untuk mengantisipasi agar tidak tertular atau pun menulari," tukas Eka.
Ia juga menambahkan, 10 kasus positif Covid-19, juga sudah ditangani dengan baik, dan terus menujukan perubahan kondisi yang membaik.
Sementara Direktur RSUD Kota Mataram, dr HL Herman Mahaputra mengatakan, selain isolasi mandiri dan social distancing, upaya melakukan contact tracing juga terus dilakukan termasuk di Kota Mataram.
Contact tracing sejauh ini terus dilakukan untuk empat cluster transmiter Covid-19 yang ditemukan, yakni cluster Gowa, Bogor, Jakarta, dan luar negeri.
Pria yang akrab disapa dokter Jack ini mengungkapkan, peningkatan jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) di NTB maupun di Kota Mataram, sebenarnya akan lebih bagus dan tak perlu menjadi kekhawatiran atau kepanikan masyarakat.
Sebab, makin meningkatnya jumlah ODP bisa diartikan makin banyak ditemukan tracing dan juga pengetatan pintu masuk bagi orang yang datang dari luar NTB, sehingga makin berhasil juga menekan potensi penyebaran Covid-19.
"PDP dan ODP ini kan belum tentu positif Covid-19, sehingga nggak perlu sampai membuat masyarakat panik lah. Makin banyak yang dipantau, terutama yang dari luar kan logikanya semakin bagus untuk menekan potensi penyebaran. Jadi jangan serem dengan istilah PDP dan ODP," katanya.
Lagipula, papar dia, status ODP kan hanya berlangsung 14 hari. Setelah itu yang bersangkutan tidak sakit atau menunjukan gejala, bisa dipulangkan dengan keterangan sehat dan negatif Covid-19.
Dokter Jack menilai, semakin banyak istilah dalam penanganan Covid-19 ini seharusnya terus disosialisasikan dengan baik, sehingga masyarakat teredukasi dan terliterasi tentang makna-makna istilah.
"Ini pandemi dan masyarakat kelihatan cukup panik dan bingung. Sehingga saya rasa edukasi sangat perlu terus dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Karena sebenarnya, masyarakat sudah bisa sangat membantu pemerintah dan dirinya sendiri selama mereka mau melakukan social dan physical distancing, rajin cuci tangan, dan pakai masker saat bepergian," tukasnya.
Terkait kesiapan RSUD Kota Mataram, dokter Jack menjelaskan, saat ini RSUD Kota Mataram juga sudah menyiapkan ruang isolasi yang memadai untuk perawatan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau pun jika kelak ditemukan positif Covid-19.
"Kita sudah ready sekali. Gedung Graha Mentaram kita siapkan jadi rujukan Covid-19 itu terdiri dari 5 lantai, dengan kapasitas bisa sampai 100 orang. Kita juga sudah siapkan lengkap dengan ruang ICU dan tata ruang yang sesuai standar," katanya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi NTB, Adhar Hakim menegaskan, upaya penerapan soscial distancing dan physical distancing harus terus dilakukan untuk mengecah penyebaran Covid-19 di NTB.
"Ombudsman Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta Pemerintah Provinsi NTB memperketat pintu masuk ke NTB dan memperkuat pelaksanaan social and physical distancing untuk antisipasi pandemic COVID-19," katanya.
Menurut Adhar, di sejumlah titik masih terlihat kondisi ketidak patuhan sejumlah pihak untuk mematuhi imbauan melaksanakan social distancing dan physical distancing.
Padahal hal tersebut sangat beresiko COVID–19 atau corona menular dengan cepat.
Ketidakpatuhan masyarakat juga dibarengi ketidaktegasan dari aparat keamanan untuk membatasi kontak langsung diantara masyarakat. Jika hal tersebut terus dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat yang terjangkit Virus Covid-19 akan terus bertambah di wilayah NTB.
”Kami telah melakukan assesment kesiapn rumah sakit. Ada masalah ketersediaan alat pelindung diri (APD) dan lainnya yang minim,” katanya.
Disebutnya alat pengambilan spesimen, ketersediaan logistik pelayanan kesehatan, sampai dengan anggaran biaya untuk penanganan Virus Covid-19 adalah tantangan yang harus terus diperbaiki.
Karena itu Ombudsman RI Perwakilan NTB menilai pilihan yang bijak jika bersama-sama terus mengupayakan memperketat pintu masuk NTB dan social distancing, dari pada membuka peluang kian beratnya perkerjaan rumah sakit dan fasilitas kesehatan di NTB.
Apabila aktifitas berkumpul dan menjaga jarak masih terus berlanjut maka penularan Covid-19 masih akan terus terjadi, sementara kondisi rumah sakit rujukan belum cukup mampu untuk mengantisipasi lonjakan tersebut.
Kondisi ini tentu tidak ideal bagi tenaga medis yang menjadi ujung tombak penanganan terhadap pasien yang terkena Virus Covid–19, bahkan peluang tenaga medis terpapar virus tersebut sangat besar.
"Oleh karena itu Ombudsman NTB mendorong agar aparat kemananan memperketat penerapan social distancing/physical distancing dan masyarakat mematuhi himbauan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membatasi aktifitas," katanya. (red)