Foto: Acara Seminar Nasional yang bertajuk Stunting dan 8000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) di Hotel Golden Palace Mataram. (ist/O'im)
Mataram, incinews.net: Mencegah stunting secara holistik, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menerapkan konsep 8000 Hari pertama Kehidupan (HPK). Dimana tak hanya ibu hamil dan balita saja yang diperhatikan, melainkan juga remaja hingga dewasa turut menjadi sasaran program pencegahan stunting.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua TP PKK NTB, Hj. Niken Saptarini Widyawati, saat membuka acara Seminar Nasional yang bertajuk Stunting dan 8000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) di Hotel Golden Palace Mataram (4/3/2020).
Dalam seminar besutan Universitas Muhammadiah Mataram tersebut, Bunda Niken, panggilan akrabnya, memaparkan berbagai cerminan program 8000 HPK yang telah dijalankan Provinsi NTB. Diantaranya, dimulai dari program ASHAR atau Aksi Seribu Hari Pertama Kehidupan, yakni pendampingan ibu hamil yang melibatkan mahasiwa dari 18 universitas kesehatan di NTB.
"Mahasiswa patut bangga karena memiliki peran yang sangat besar dalam program 1000 HPK di NTB," ucap Bunda Niken di hadapan 300 lebih peserta se-Indonesia.
Lebih jauh Bunda Niken menjelaskan, 1000 Hari Pertama Kehidupan memang penting, akan tetapi tidak cukup untuk mencegah stunting secara berkelanjutan. Seperti konsep 8000 HPK yakni sebuah upaya yang sistematis dan intervensi yang tepat paling tidak pada tiga fase kehidupan setelah 1000 HPK, yaitu fase 5-9 tahun, dimana kejadian penyakit infeksi dan kekurangan gizi masih menjadi masalah utama yang menganggu tumbuh kembang. Fase 10-14 tahun, ketika tubuh mengalami percepatan pertumbuhan, dan yang terakhir fase 15-19 tahun, ketika dibutuhkan intervensi untuk mendukung kematangan otak, keterlibatan di aktifitas sosial serta pengendalian emosi.
Karena itu, Pemprov NTB juga menjalankan Program Aksi Bergizi di tingkat SMP dan SMA sederajat se-NTB. Aksi bergizi merupakan program pemberian tablet tambah darah bagi siswa yang juga dibarengi dengan aksi sarapan bersama serta pemberian materi literasi seputar gizi dan kesehatan reproduksi remaja sekali seminggu.
Tak hanya sampai di situ, Pemprov NTB juga memiliki program unggulan Revitalisasi Posyandu. Sebuah gerakan untuk mengoptimalkan posyandu biasa menjadi Posyandu Keluarga. Dalam posyandu keluarga tidak hanya melayani ibu dan balita saja, melainkan juga remaja, dewasa, hingga lansia.
Tak hanya masalah gizi, Bunda Niken juga menjelaskan stunting juga disebabkan oleh sanitasi yang buruk dan edukasi tentang ketahanan pangan yang kurang. Selain itu, di NTB, pernikahan anak juga menjadi salah satu penyebab stunting yang tak bisa disepelekan.
“Oleh karena itu diperlukan sinergitas lintas sektor untuk menyelesaikan masalah ini," ungkap Bunda Niken.
Seperti Dinas PUPR yang telah fokus dalam menyiapkan infrastruktur sanitasi yang baik melalui program BASNO atau Buang Air Besar Sembarangan Nol. Kemudian Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik tengah membangun aplikasi penanganan stunting secara keseluruhan sehingga data pasti dan proses follow up penderita yang komprehensif dari posyandu juga dapat optimal. Serta pelibatan akademisi dan LSM juga dilibatkan terkait dengan riset yang komprehensif dan mendalam yang mereka lakukan sehingga berkontribusi dalam pengentasan stunting. Seperti seminar nasional terkait stunting dan 8000 HPK yang diselenggarakan ini.
"Mari kita sama-sama menyiapkan generasi baru. Kita akan memutus kemunduran dan menyongsong generasi yang lebih baik," pesannya. (red)