Oleh
: EDY SUPARJAN.,M.Pd
Opini-Tulisan
ini merupakan konstruksi kembali peristiwa 3 Juli
sebagai bagian sejarah politik Indonesia
yang sangat penting diulas kembali. Karena bagaimanapun juga Peristiwa 3 Juli
merupakan Kudeta pertama dalam sejarah Republik.Tulisan ini ingin melihat
bagaimana usaha-usaha Mayor Jenderal Sudarsono dalam melakukan Aksi, Mengapa
Sutan Syahrir di Culik, Siapa yang memiliki inisiatif untuk melakukan penculikkan,
bagaimana keterlibatan Panglima Sudirman serta apakah kaitan dengan Tokoh
Persatuan Perjuangan Tan Malaka.
Pasca
merdeka, Indoonesia yang baru .lahir sebagai Bayi mungil masih rentan dengan
segala macam penyakit terutama godaan dari ambisi jabatan poltik. Ambisi politik
ini mempengaruhi tarik ulur kepentingan politik kedua kubu antara yang pro
Diplomasi seperti: Sukarnno, Hatta, Syahrir dan Amir. Sementara Kubu oposisi
yang menolak Diplomasi menginginkan Merdeka 100% dan pelucutan senjata sekutu.
diantara tokoh menolak diplomasi adalah Tan Malaka, M. Yamin, Ahmad Subardjo,
Chaerul Saleh, Sukarni, Buntaran, Sayuti Melik, Iwa, Mayjen Sudarsono, Panglima
Sudirman dan Mawardi.
Menurut
Kelompok Persatuan Perjuangan, Pemerintahan Syahrir telah gagal menjalankan
roda pemerintah, karena dianggapmenjual. Negara kepada pihak Belanda, cara-cara
diplomasi bagi Tan Malaka dan kawan-kawan sangat merugikan Indonesia dan tidak
menghargai perjuangan rakyat dan militer. Di sisi lain, antara Kabinet Syahrir
dan Pangima Sudirman kurang sejalan, disebabkan Sudirman selaku panglima adalah
bentukan Jepang yang Fasis sementara Syahrir tokoh anti Jepang. Perbedaan
haluan politik ini, membuat Panglima Sudirman lebih condong ke Persatuan
Perjuangan yang di pimpin Tan Malakadaripada pemerintah yang cenderung
diplomasi. Sudirman mengadiri pertemuan Persatuan Perjuangan serta menyampaikan
pidato yang terkenal, “lebih baik kita di Bom Atom daripada Merdeka kurang dari
100 persen”. Selain itu, menurut Abimanyu karena alasan dekat dengan Tan
Malaka, Panglima memindahkan Markas Besarnya keSolo.
Selain
itu, pemicu gerakan penculikan karena beberapa tokoh Persatuan Perjuangan di
penjara oleh pemerintah, hal inilah membuat Mayjen Sudarsono geram dan
menganggap perlu menangkap penghianat dengan tidak memandang pangkat dan
Jabatan.
Hilangnya
keperrcayaan rakyat kepada pemerintahan Syahrir karena adanya permintaan
pemerintahan Republik kepada Belanda agar mengakui secara de facto Jawa dan
Sumatera. Langkah ini sudah tentu merugikan rakyat Indonesia secara
keseluruhan. Langkah-langkah diplomasi yang digunakan pemerintah tidak pernah
menguntungkan pihak republik dan anehnya justru pemerintah terus melakukannya.
Kekecewaan
beberapa tokoh terhadap kebijakan Syahrir menimbulkan reaksi keras dari Mayor
Jenderal Sudarsonomelakukan diskusi dengan tokoh-tokoh yang tergabung dalam
Persatuan Perjuangan yang menginginkan Syahrir diturunkan dari Jabatannya selaku
Perdana Menteri. Hal tersebut juga diperparah dengan isi pidato Hatta yang
mengatakan Pemerintah Belanda telah
mengakui secara defacto Jawa daan Sumatera. Hal ini membuat suasana semakin
panas, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan melakukan pertemuan di rumah Budiarto, hadir pada saat itu, M. Yamin,
Buntaran, Chaerul Saleh, Mayjen Sudarsono dan A.K Yusuf. Namun, dalam pertemuan
ini, tidak menghasilkan kesimpulan.
Akhirnya, antara Mayjen Sudarsono dan A.K
Yusuf mendiskusikan berdua dan menghasilkan inisiatif untuk melakukan
penculikan terhadap Syahrir oleh A.K Yusuf berdasarkan instruksi Mayjen
Sudarsono. Syahrir pun diculik pada tanggal 27 Juni 1946 bersama Mayjen Sudibjo
dan Sumitro. Syahrir disekap selama 3 hari, baru lepas tanggal 1 Juli 1946.
Masalah pertentangan ini belum selesai masih berlanjut sampai pada 3 Juli 1946.
Menurut
Mangil, “pemerintah sudah mendengar bahwa ada sekeloompok pasukan yang akan
menyerbu Istana, pada saat itu sulit membedakan mana kawan dan mana lawan, pada
pagi hari sekitar pukul 07.00 tanggal 3 Juli 1946 datang sekelompok orang
menggunakan truk, merekadikenal tergabunng dalam kelompok Persatuan Perjuangan
diantaranya; Chaerul Saleh, Muwardi, Abikusno, M. Yamin, Sukarni, Iwa
Kusumasumantri dan Ahmad Subardjo”. Tempo, (2017:99-100).
Sementara
itu, Mayjen Sudarsono datang dengan menggunakan mobil .lain. kehadiran Sudarsono
untuk menyerahkan Maklumat pemberhentian Syahrir dari Perdana Menteri serta
susunan Kabinet baru yang berisi nama 10 orang yaitu; Abikusno, Budiarto,
Buntaran, M. Yamin, Ahmad Subarjo, Chaerrul Saleh, Gatot Tarunamihardja,
Sunario, Tan Malaka dan Wahid Hasyim.
Tempo, (2017:89)Pertemuan dilakukan setelah Amir dan Hatta tiba di Istana. Alasan,
Mayjen Sudarsono kepada Presiden bahwa Maklumat yang ia bawa atas persetujuan
Panglima Sudirman, namun hal tersebut, membuat Sukkarno dan Hatta tidak mudah
percaya dan menanyakan kepada Jenderal Oerip, apakah benar Maklumat tersebut disetujui oleh Sudirman,
menurut Oerip tidak mungkin Jenderal Sudirman melakukan hal ini.
Hatta, juga
menanyakan kepada Sukiman selaku Dewan Penasehat Panglima, Sukiman pun
mengatakan hal tersebut tidak diketahui oleh Sudirman. Akhirnya Manuver Mayjen
Sudarsono tidak beralasan, hal ini membuat Sukarno sangat marah dan
menginstruksikan Kepada overste Suharto
agar menangkap Mayjen Sudarsono, namun hal itu ditolak oleh Pak Harto karena
belum ada perintah dari Panglima Sudirman.
Akibat
isi Maklumat dan pernyataan Mayjen Sudarsono tersebut Panglima Sudirman dituduh
terlibat dalam kasus tersebut. Amir meneken
Surat panggilan yang ditujukan kepada Panglima agar bersedia hadir di
Istana, kalau tidak setuju maka akan ditangkap. Rombongan pasukan Dahlan dari
Brigade 29 disuruh balik ke Istana oleh Panglima Sudirman.ia akan bersedia
menghadap jika Pasukan Senopati yang mengawalnya.
Akhirnya pada sore hari
Panglima bersedia hadir di Istana di sambut oleh Mangil dan beberapa tokoh
lain. Dalam pertemuan tersebut, Panglima Sudirman dicerca berbagai pertanyaan
oleh Syahrir, Abdull Madjid dan Amir mereka sangat mengingnkan bahwa Panglima
Sudirman agar dilikuidasi, Ungkap Dayno tentara yang dekat dengan Syahrir.
Dalam pengadilan militer Panglima Sudirman tidak terbukti terlibat. Sementara
Mayjen Sudarsono dijatuhi hukuman 4 Tahun Penjara begitupun M. Yamin. Terakhir
Panglima sudi meneken surat pemecatan Mayjen Sudarsono dari militer.
REFERENSI
1.
TEMPO.
Soedirman, Seorang Panglima, Seorang
Martir. Jakarta: KGP. 2017
2.
TEMPO.
SYAHRIR, Peran Besar Bung Kecil. Jakarta:
KGP. 2017
3.
Harry
A. Poeze. Tan Malaka, Gerakan Kiri dan
Revolusi Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008.