Taufik S.H.,M.H
Penulis adalah Staf
Pengajar/Dosen STKIP Taman Siswa Bima
Momentum
Pileg (Pemilu Legislatif) yang
diselenggarakan setiap 5 Tahun sekali bersamaan dengan Pilpres oleh
Komisi Pemilihan Umum (KPU RI) tinggal menghitung hari, hiruk pikuk
geliatnyapun seantero Nusantara. Tidak
terkecuali yang dilakukan di kabupaten dan kota Bima.
Bagi
para kontestan yang terdaftar sebagai
Daftar Calon tetap yang diusung oleh
masing-masing Partai Politik pengusung sudah mempersiapkan diri secara matang, dengan berbagai jurus atau instrumen pamungkas utk meraih simpati masyarakat yang ditawarkan baik melalui Visi-Misi, Alat
Peraga Kampaye (APK), maupun lewat tatap muka dengan masyarakat.
Mereka
hadir dengan mempersiapkan diri secara matang dengan bekal yang cukup, baik financial (cost politic), tenaga,
pikiran dan juga strategi taktik untuk
meraih keterpilihan mereka, ditengah masyarakat(konstituen) pemilik hak dan
kedaulatan, sebab Suara rakyat adalah
suara Tuhan (Vox Populi Vox Dei).
Ditengah
geliat Demokrasi itu, terlihat (dugaan) satu
fenomena yang cukup membuat dada
terasa sesak,miris,mencengangkan
sekaligus memprihatinkan, aroma bau busuk Issue
MoneyPolitic (Politik Uang), sudah menyebar dan tercium dimana-mana (Semua
Dapil), dengan berbagai trik dan modus masing-masig. MoneyPolitic (Politik Uang) adalah salah satu cara/Instrumen yang
dilakukan oleh oknum Calon Anggota Legislatif (Caleg) untuk dapat meraih suara
terbanyak, di Daerah Pemilihannya (Dapil) Masing-masing secara brutal, tidak bertanggung jawab, culas dan
Melawan Undang-ndang.
Alih-alih cost
politic padahal sesungguhnya mereka sedang Menebar teror dengan iming-iming
sejumlah uang, barang dan janji-janji. Padahal Secara normatif sebenarnya Undang-undang
melarang secara tegas dan sanksi hukum
yang tegas pula, bahkan ancaman hukuman
bagi Oknum Caleg yang melakukan
moneypolitic, tidak main-main yakni pembatalanterhadap Pencalonannya
sebagaimana diatur dalam Psl. 280 ayat
(1) huruf j dan ayat (4). Psl 285 Huruf a dan b. Psl. 286 ayat (1),(2),(3) dan (4) UU No. 7/2017
Tentang Larangan bagi calon Anggota DPD,
DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Memang masalah atau issue Mone ypolitic bukan
hanya pada Pemilu sekarang, namun
sudah berlangsung dari Pemilu ke
Pemilu sebelumnya, Pertanyaannya adakah kepedulian bagi kaum yang berakal sehat
(terdidik dan terpelajar) terhadap prilaku kecurangantersebut? jawabannya ada
pada diri kita masing-masing, pertanyaan
berikutnyapun muncul bagaimana mungkin tidak
terjadi Korupsi (memperkaya diri sendiri),penyalahgunaan wewenang (abuseof Power) sementara mereka (oknum)
memulai karir politiknya dengan cara-cara melawan Hukumdan cara-cara haram.
Penulis
berpandangan Money Politic adalah Pembajakan
terhadap Demokrasi dan Penghianatan terhadap Kedaulatan Rakyat, sebab
seolah-olah tanpa berbuat baik, dikenali oleh masyarakat ,dengan uangnya mereka bisa melakukan apapun yang mereka inginkan, membelisuara rakyat, menyogok penyelenggara
dan lain-lain. Prilaku politik semacam
itu adalah pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi, pengingkaranterhadap etika
politik itu sendiri, tidak bertanggung
jawab serta miskin gagasan Dalam membangun paradigma politik etis.
Sungguh
prilaku politik yang sangat tidak terpuji Lewat Opini ini Penulis
mengajak kepada semua lapisan Masyarakat Kota/Kabupaten Bima
khususnya dan Rakyat NTB umumnya, mari melawan Money Politic dengan tidak
menggadaikan hak konstitusional kita, karena ketika kita menerima sejumlah uang yang
diberikan/ditawarkan oleh oknum calon anggota DPD, calon Anggota DPRD Provinsi
dan calon Anggota DPRD Kota/Kabupaten, maka dengan penuh kesadaran telah
menggadaikan kepentingan kita selama 5 tahun
kedepan. Sisi lain dari perhelatan demokrasi ini adalah
mencari/menyeleksifigur-figur (Putra/Putri) terbaik daerah yang akan mampu
mengemban amanah rakyat, membawa kearah perubahan yang lebih baik dan
kemaslahatan bagi seluruh masyarakat. Sesungguhnya Hakekat demokrasi adalah
terselenggaranya, terjaminnya hak-hak
konstitusional individu dan kelompok masyarakat, namun ketika etika
politik tidak dijunjung tinggi tidak terlaksana dengan baik maka yang
terjadi adalah pembajakan dekmorasi, menghalkan segala cara untuk meraih
kekuasaan dengan cara apapun (Marciafelly).
Dengan
dinamika dan issue politik uang saat ini, sangatlah jelas meruntuhkan
nilai-nilai demokrasi itu sendiri (Baca Pilar-pilar Demokrasi Jimly Assiqie),
mencabik-cabik nalar kemanusiaan demi meraih kekuasaan dan Popularitas. Situasi
seperti ini tidak boleh dipertahankan
apa lagi untuk diwariskan ke generasi penerus bangsa, mental Korup tidak boleh hidup dan berkembang, oleh karena itu masyarakat harus melawan money politic dengan mengatakan say not money politic. Dengan demikian
harapan kedepan ketika terjadi rekruitmen anggota Partai Politik haruslah juga dilandasi/didasari pada etika politik
ideologisasi Partai Politik sehingga akan terseleksi dengan baik bagi mereka
yang akan berkompetisi pada setiap
momen-momen politik. Mereka yang terlibat dikepengurusan Partai politik bukan
semata-mata mereka yang memiliki modal financial yang banyak, tetapi yang harus
dikedepankan adalah penanaman ideologi partai dan sikap loyalis terhadap Platform
Visi-Misi Partai.
Momen
politik seperti Pileg, Pilpres, Pilkada mestinya dihajadkan untuk Pendidikan
Politik Publik (politiceducation),
menawarkan ide-ide, gagasan konstruktif, konsep pembangunan pro rakyat untuk
mewujudkan kesejahteraan dan keadilan, bukan sebaliknya mereka (Caleg) hadir
membawa sejuta harapan palsu, mengumbar
janji -janji bohong, akan melakukan ini dan itu, ketika terpilih sebagai Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat. fakta yang sangat memalukan
sekaligus memilukan ketika oknum (Caleg)
terpilih di daerah pemilihannya masing-masing mereka menghilang, tidak lagi
ramah, tidak lagi rajin menyapa konstituen, bahkan yang sangat parah adalah kaca jendela mobilnyapun
sudah tertutup rapat, hilang tanpa jejak, Janji tinggal janji mereka datang
untuk ajang jual beli suara rakyatnya,
Hilanglah idealisme, yang terjadi adalah pembajakan Demokrasi dan
penghianatan terhadap Kedaulatan Rakyat.
Sering kita mendengar bahasa pesimis
masyarakat bahwa,“kami akan memilih/mencoblos Caleg yang memberikan sesuatu
(Uang atau barang) terhadap kami”, secara pribadi yang saya tangkap dari pernyataan
tersebut adalah pernyataan keputusasaan dan frustrasi masyarakat/publik yang
disebabkan tidak terrealisasinya janji - janji kampanye yang disampaikan oleh para
caleg pada saat pemilu legislatif sebelumnya manakala mereka terpilih, sehingga
muncul pernyataan masyarakat, dari peristiwa semacam itu, istilah Penulis adalah frustrasi sosial ) Akibat kehilangan
kepercayaan terhadap mereka para kontestan Caleg.
Sementara
membangun peradaban politik yang baik menurut para pakar adalah harus dimulai
dengan membagun kepercayaan Publik (Publictrust),
kokohnya sebuah negara demokrasi adalah apa bila politisi, pejabatdan
penyelenggara negara memegang teguh kepercayaan publik, produk perundang-undangan
haruslah mencerminkan seluruh hajad hidup dan kepentingan rakyat bangsa dan
Negara itulah yang disebut sebagai politicalwil dan kemauan untuk membagun demokratisasi
yang keadaban.
Sesungguhnya
rakyat lewat demokrasi langsung menaruh kepentingan yang begitu besar terhadap wakil yang mereka
amanahkan sebagai perpanjagan tangan kepentingan mereka, yang harapannya akan memperjuangkan
kebutuhan -kebutuhan rakyat.Rakyat tidak memilih anggota DPR yang hanya datang
ke gedung Parlemen untuk sekedar absen, duduk diam dan mengambil gaji dari
keringat rakyat. Mereka hadir diparlemen untuk berjuang memenuhi janji-janji mereka
sebagai bentuk pengabdian tanggungjawab moral terhadap masyarakat bangsa dan
negara itulah idealisme