Ilustrasi Gambar
Bima,Incinews.Net- Banyak kisah Guru yang sangat memprihatinkan, mulai dari Guru dianiaya
siswanya, guru dimaki karna siswa terlambat atau guru dianiaya orang tua dan
keluarga siswanya.
Kejadian seperti itu kerap terjadi
termasuk di Kabupaten Bima. Ketua Serikat Guru Indonesia Kabupaten Bima, Eka
Ilham, M.Si mengatakan di Bima sekarang guru yang menjadi korban Penganiayaan
Keluarga Siswa telah melapor ke Pihak Kepolisian,upaya hukum yang dilakukan
oleh guru tersebut paling tidak akan memberikan rasa keadilan dan efek jera bagi
oknum pelaku tindak kekerasan, ungkapnya. Selasa (19/2).
Namun, selama ini tindak kekerasan terhadap
guru dari tahun ke tahun selalu berujung pada upaya mediasi perdamaian kedua
belah pihak. Upaya mediasi tersebut oleh pihak sekolah, guru, keluarga dari
kedua belah pihak, bahkan penegak hukum itu sendiri menghasilkan sebuah mediasi
perdamaian. Akhirnya guru selalu menjadi korban sekaligus pihak penerima dari
ketidakadilan tersebut. Akibat proses perlindungan guru yang tidak maksimal,
tindak kekerasan terhadap guru terulang kembali, jelas Eka Ilham
“Kasus penganiayaan guru di dunia
pendidikan bahkan berujung pada kematian membuat kita sangat prihatin betapa
payung hukum perlindungan guru sangat lemah”,Katanya.
Berdasarkan data empiris, perlindungan
hukum terhadap guru masih lemah. Ketika guru terkena masalah hukum, khususnya
yang berkaitan dengan tugasnya sebagai guru, seolah harus berjuang sendiri.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 7 ayat (1)
huruf h, mengamanatkan bahwa guru harus memiliki jaminan perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Setneg RI, 2005). Selanjutnya, pada
pasal 39 dalam Undang-Undang tersebut, secara rinci dinyatakan: Pertama,
pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan
pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas.
Kedua Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan
hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja. Ketiga, Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif,
intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua
peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Keempat, Perlindungan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan,
pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat
guru dalam melaksanakan tugas. Kelima, Perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko
gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana
alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain. Ditambah lagi dengan
payung hukum Permendikbud Nomor 10 tahun 2017 tentang perlindungan bagi
pendidik dan tenaga kependidikan tidak memberikan perlindungan dan rasa
keadilan bagi para guru. Beberapa kasus didaerah memberikan kita sebuah fakta
bahwa payung hukum perlindungan bagi guru lebih sakti dari undang-undang nomor
35 tahun tahun 2014 tentang perlindungan anak.Sehingga guru selalu jadi korban.
"Banyaknya payung hukum bagi para guru, faktanya di lapangan tidak dapat
dijadikan acuan untuk melindungi guru",Katanya
Kasus penganiayaan yang dilakukan siswa
ataupun pihak keluarga siswa terhadap guru bukan saja mengindikasikan bahwa ada
yang salah dalam pengembangan etika dan tata krama belajar di sekolah ataupun
lingkungan keluarga. Kenyataan ini sekaligus juga menunjukkan belum mengenanya
program pendidikan karakter bagi siswa. Pendidikan karakter pada sekolah dan
keluarga seharusnya meminimalisir tindak kekerasan pada guru karena pendidikan
karakter berbicara tentang adab, etika, sopan santun dan moral yang seharusnya
siswa bersikap dan menghormati guru sebagai orang tua disekolah. Namun faktanya
kejadian-kejadian yang menimpa guru seperti tindak kekerasan, penghinaan
terhadap guru menjadi catatan buram dari dunia pendidikan di Indonesia.
Pertanyaannya apa yang menjadi faktor para siswa didik kita menjadi lebih
brutal baik terhadap gurunya dan teman-temannya.
Ada beberapa Faktor yang membuat siswa
menjadi Brutal misalnya Kondisi kepribadian implusif dan emosi yang tidak
seimbang mengakibatkan kultur kekerasan terjadi dilingkungan sosialnya
merupakan faktor siswa itu berprilaku keras.
Kemudian Harga diri yang terlalu tinggi
dan di tambah kondisi kejiwaan yang tidak matang sering menyebabkan siswa
tiba-tiba terpicu untuk melakukan tindak kekerasan dengan menganiayai guru yang
seharusnya di hormati olehnya. Siswa yang memiliki kepribadian keras dan biasa
tumbuh dalam lingkungan sosial yang terbiasa dengan kekerasan lebih berpeluang
untuk melakukan tindakan kekerasan.
Selanjutnya Iklim pembelajaran sekolah
yang lebih mengedepankan sisi kognitif(ilmu pengetahuan) daripada
afektif(moral) dan psikomotorik(ketrampilan). Sekolah lebih mementingkan
prestasi dalam angka-angka seperti sukses menempuh ujian nasional dengan nilai
tertinggi, banyaknya siswa yang masuk perguruan tinggi negeri, polisi dan
tentara merupakan representasi reputasi sekolah dan Kehadiran guru-guru yang
tidak mampu berkreasi dan mengembangkan metode pembelajaran guru yang
menyenangkan bagi siswa pada akhirnya menyebabkan aktivitas belajar di kelas
menjadi kering dan tidak menarik bagi siswa. Tidak heran untuk menghilangkan
rasa bosan dengan berulah macam-macam seperti merokok di dalam kelas ataupun
lingkungan sekolah, membully teman-temannya, menghina gurunya yang keluar dari
batas-batas etika, jelas Ilham
Hal ini menjadi tanggung jawab kita
bersama. Jikalau kita tidak peduli dengan persoalan-persoalan dunia pendidikan
maka dengan sendirinya peradaban suatu bangsa itu musnah dengan sendirinya.
Ajarkan anak-anak didikmu dengan adab terlebih dahulu dari pada ilmu
pengetahuan,Tutupnya. (Inc)